Rabu, 29 Mei 2013

perkembangan pendidikan di indonesia

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA


Pendidikan. Di Indonesia pendidikan sudah berkembang sesuai dengan zaman. Walaupun masih belum merata setidaknya pendidikan di Indonesia sudah bagus. Mari kita Flshback ke Zaman dahulu saat pendidikan masih sangat sulit untuk didapatkan. 

Pada akhir abad ke-19 sistem pendidikan yang berkembang di Indonesia semakin pesat dan banyak, oleh beberapa kelompok berikut:
1. Kelompok keagamaan
  • Pendidikan Agama Islam melalui Pesantren
  • Pendidikan Agama yang lain sesuai penanaman agama masing-masing
2. Pemerintah kolonial Belanda
  • Sudah memiliki kurikulum yang jelas
  • Ditujukan untuk memenuhi tenaga kerja yang bisa baca tulis
Sejak dilaksanakannya Politik Etis, pemerintah Belanda mendirikan  banyak sekolah. Mulai dari sekolah yang setingkat SD sampai perguruan tinggi. Sedangkan, yang dimaksud dengan pendidikan kolonial adalah pendidikan yang diorganisasikan oleh pemerintah colonial belanda. Penyelenggaraan pendidikan itu dilaksanakan sejalan dengan kepentingan pemerintah itu sendiri. Misalnya saja berupa kebutuhan akan pegawai terdidik dan terampil, baik di kantor pemerintah atau perkebunan. Karena kepentingan tersebut, pendidikan tidak merata untuk semua orang. Hanya beberapa orang saja yang dapat menikmati pendidikan.

340 media pembelajaran

340 Media Pembelajaran: Arti, Posisi, Fungsi, Klasifikasi, dan Karakteristiknya

I Wayan Sukra Warpala
Dalam tahun-tahun belakangan ini telah terjadi pergeseran paradigma dalam pembelajaran ke arah paradigma konstruktivisme. Menurut pandangan ini bahwa pengetahuan tidak begitu saja bisa ditransfer oleh guru ke pikiran siswa,
tetapi pengetahuan tersebut dikonstruksi di dalam pikiran siswa itu sendiri. Guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa (teacher centered), tetapi yang lebih diharapkan adalah bahwa pembelajaran berpusat pada siswa (student centered). Dalam kondisi seperti ini, guru atau pengajar lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator pembelajaran. Jadi, siswa atau pebelajar sebaiknya secara aktif berinteraksi dengan sumber belajar, berupa lingkungan. Lingkungan yang dimaksud (menurut Arsyad, 2002) adalah guru itu sendiri, siswa lain, kepala sekolah, petugas perpustakaan, bahan atau materi ajar (berupa buku, modul, selebaran, majalah, rekaman video, atau audio, dan yang sejenis), dan berbagai sumber belajar serta fasilitas (OHP, perekam pita audio dan video, radio, televisi, komputer, perpustakaan, laboratorium, pusat-pusat sumber belajar, termasuk alam sekitar).
Bertitik tolak dari kenyataan tersebut di atas, maka proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan (isi atau materi ajar) dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan (siswa/pebelajar atau mungkin juga guru). Penyampaian pesan ini bisa dilakukan melalui simbul-simbul komunikasi berupa simbul-simbul verbal dan non-verbal atau visual, yang selanjutya ditafsirkan oleh penerima pesan (Criticos, 1996). Adakalanya proses penafsiran tersebut berhasil dan terkadang mengalami kegagalan. Kegagalan ini bisa saja disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya adanya hambatan psikologis (yang menyangkut minat, sikap, kepercayaan, inteligensi, dan pengetahuan), hambatan fisik berupa kelelahan, keterbatasan daya alat indera, dan kondisi kesehatan penerima pesan. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah hambatan kultural (berupa perbedaan adat istiadat, norma-norma sosial, kepercayaan dan nilai-nilai panutan), dan hambatan lingkungan yaitu hambatan yang ditimbulkan oleh situasi dan kondisi keadaan sekitar (Sadiman, dkk., 1990).
Untuk mengatasi kemungkinan hambatan-hambatan yang terjadi selama proses penafsiran dan agar pembelajaran dapat berlangsung secara efektif, maka sedapat mungkin dalam penyampaian pesan (isi/materi ajar) dibantu dengan menggunakan media pembelajaran. Diharapkan dengan pemanfaatan sumber belajar berupa media pembelajaran, proses komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar berlangsung lebih efektif (Gagne, 1985) dan efisien.
Perkembangan ilmu dan teknologi semakin mendorong usaha-usaha ke arah pembaharuan dalam memanfaatkan hasil-hasil teknologi dalam pelaksanaan pembelajaran. Dalam melaksanakan tugasnya, guru (pengajar) diharapkan dapat menggunakan alat atau bahan pendukung proses pembelajaran, dari alat yang sederhana sampai alat yang canggih (sesuai dengan perkembangan dan tuntutan jaman). Bahkan mungkin lebih dari itu, guru diharapkan mampu mengembangkan keterampilan membuat media pembelajarannya sendiri. Oleh karena itu, guru (pengajar) harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pembelajaran, yang meliputi (Hamalik, 1994): (i) media sebagai alat komunikasi agar lebih mengefektifkan proses belajar mengajar; (ii) fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan; (iii) hubugan antara metode mengajar dengan media yang digunakan; (iv) nilai atau manfaat media dalam pengajaran; (v) pemilihan dan penggunaan media pembelajaran; (vi) berbagai jenis alat dan teknik media pembelajaran; dan (vii) usaha inovasi dalam pengadaan media pembelajaran.
Berdasarkan deskripsi di atas, maka media adalah bagian yang sangat penting dan tidak terpisahkan dari proses pembelajaran, terutama untuk mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri. Oleh karena itu, lebih jauh perlu dibahas tentang arti, posisi, fungsi, klasifikasi, dan karakteristik beberapa jenis media, untuk mendapatkan gambaran dan pemahaman sebelum menggunakan atau mungkin memproduksi media pembelajaran.
ARTI, POSISI DAN FUNGSI MEDIA PEMBELAJARAN
Pengertian Media Pembelajaran
Media (bentuk jamak dari kata medium), merupakan kata yang berasal dari bahasa latin medius, yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’ (Arsyad, 2002; Sadiman, dkk., 1990). Oleh karena itu, media dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Media dapat berupa sesuatu bahan (software) dan/atau alat (hardware). Sedangkan menurut Gerlach & Ely (dalam Arsyad, 2002), bahwa media jika dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi, yang menyebabkan siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Jadi menurut pengertian ini, guru, teman sebaya, buku teks, lingkungan sekolah dan luar sekolah, bagi seorang siswa merupakan media. Pengertian ini sejalan dengan batasan yang disampaikan oleh Gagne (1985), yang menyatakan bahwa media merupakan berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar.
Banyak batasan tentang media, Association of Education and Communication Technology (AECT) memberikan pengertian tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan dan informasi. Dalam hal ini terkandung pengertian sebagai medium (Gagne, et al., 1988) atau mediator, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar -siswa dan isi pelajaran. Sebagai mediator, dapat pula mencerminkan suatu pengertian bahwa dalam setiap sistem pengajaran, mulai dari guru sampai kepada peralatan yang paling canggih dapat disebut sebagai media. Heinich, et.al., (1993) memberikan istilah medium, yang memiliki pengertian yang sejalan dengan batasan di atas yaitu sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima.
Dalam dunia pendidikan, sering kali istilah alat bantu atau media komunikasi digunakan secara bergantian atau sebagai pengganti istilah media pendidikan (pembelajaran). Seperti yang dikemukakan oleh Hamalik (1994) bahwa dengan penggunaan alat bantu berupa media komunikasi, hubungan komunikasi akan dapat berjalan dengan lancar dan dengan hasil yang maksimal. Batasan media seperti ini juga dikemukakan oleh Reiser dan Gagne (dalam Criticos, 1996; Gagne, et al., 1988), yang secara implisit menyatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran. Dalam pengertian ini, buku/modul, tape recorder, kaset, video recorder, camera video, televisi, radio, film, slide, foto, gambar, dan komputer adalah merupakan media pembelajaran. Menurut National Education Association -NEA (dalam Sadiman, dkk., 1990), media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik yang tercetak maupun audio visual beserta peralatannya.
Berdasarkan batasan-batasan mengenai media seperti tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang menyangkut software dan hardware yang dapat digunakan untuk meyampaikan isi materi ajar dari sumber belajar ke pebelajar (individu atau kelompok), yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat pebelajar sedemikian rupa sehingga proses belajar (di dalam/di luar kelas) menjadi lebih efektif.
Posisi Media Pembelajaran
Bruner (1966) mengungkapkan ada tiga tingkatan utama modus belajar, seperti: enactive (pengalaman langsung), iconic (pengalaman piktorial atau gambar), dan symbolic (pengalaman abstrak). Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan serta perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena adanya interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang telah dialami sebelumnya melalui proses belajar. Sebagai ilustrasi misalnya, belajar untuk memahami apa dan bagaimana mencangkok. Dalam tingkatan pengalaman langsung, untuk memperoleh pemahaman pebelajar secara langsung mengerjakan atau membuat cangkokan. Pada tingkatan kedua, iconic, pemahaman tentang mencangkok dipelajari melalui gambar, foto, film atau rekaman video. Selanjutnya pada tingkatan pengalaman abstrak, siswa memahaminya lewat membaca atau mendengar dan mencocokkannya dengan pengalaman melihat orang mencangkok atau dengan pengalamannya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam proses belajar mengajar sebaiknya diusahakan agar terjadi variasi aktivitas yang melibatkan semua alat indera pebelajar. Semakin banyak alat indera yang terlibat untuk menerima dan mengolah informasi (isi pelajaran), semakin besar kemungkinan isi pelajaran tersebut dapat dimengerti dan dipertahankan dalam ingatan pebelajar. Jadi agar pesan-pesan dalam materi yang disajikan dapat diterima dengan mudah (atau pembelajaran berhasil dengan baik), maka pengajar harus berupaya menampilkan stimulus yang dapat diproses dengan berbagai indera pebelajar. Pengertian stimulus dalam hal ini adalah suatu “perantara” yang menjembatani antara penerima pesan (pebelajar) dan sumber pesan (pengajar) agar terjadi komunikasi yang efektif.
Media pembelajaran merupakan suatu perantara seperti apa yang dimaksud pada pernyataan di atas. Dalam kondisi ini, media yang digunakan memiliki posisi sebagai alat bantu dalam kegiatan pembelajaran, yaitu alat bantu mengajar bagi guru (teaching aids). Misalnya alat-alat grafis, photografis, atau elektronik untuk menangkap, memproses, dan menyususn kembali informasi visual atau verbal. Sebagai alat bantu dalam mengajar, media diharapkan dapat memberikan pengalaman kongkret, motivasi belajar, mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa. Sehingga alat bantu yang banyak dan sering digunakan adalah alat bantu visual, seperti gambar, model, objek tertentu, dan alat-alat visual lainnya. Oleh karena dianggap sebagai alat bantu, guru atau orang yang membuat media tersebut kurang memperhatikan aspek disainnya, pengembangan pembelajarannya, dan evaluasinya.
Dengan kemajuan teknologi di berbagai bidang, misalnya dalam teknologi komunikasi dan informasi pada saat ini, media pembelajaran memiliki posisi sentral dalam proses belajar dan bukan semata-mata sebagai alat bantu. Media pembelajaran memainkan peran yang cukup penting untuk mewujudkan kegiatan belajar menjadi lebih efektif dan efisien. Dalam posisi seperti ini, penggunaan media pembelajaran dikaitkan dengan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh media, yang mungkin tidak mampu dilakukan oleh guru (atau guru melakukannya kurang efisien). Dengan kehadiran media pembelajaran maka posisi guru bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar, tetapi sebagai fasilitator. Bahkan pada saat ini media telah diyakini memiliki posisi sebagai sumber belajar yang menyangkut keseluruhan lingkungan di sekitar pebelajar.
Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (kongkret) berdasarkan kenyataan yang ada di lingkungan hidupnya, kemudian melalui benda-benda tiruan, dan selanjutnya sampai kepada lambang-lambang verbal (abstrak). Untuk kondisi seperti inilah kehadiran media pembelajaran sangat bermanfaat. Dalam posisinya yang sedemikian rupa, media akan dapat merangsang keterlibatan beberapa alat indera. Di samping itu, memberikan solusi untuk memecahkan persoalan berdasarkan tingkat keabstrakan pengalaman yang dihadapi pebelajar. Kenyataan ini didukung oleh landasan teori penggunaan media yang dikemukakan oleh Edgar Dale, yaitu teori Kerucut Pengalaman Dale (Dale’s Cone of Experience) seperti Gambar 1 di bawah. Teori ini merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner.
Fungsi Media Pembelajaran
Efektivitas proses belajar mengajar (pembelajaran) sangat dipengaruhi oleh faktor metode dan media pembelajaran yang digunakan. Keduanya saling berkaitan, di mana pemilihan metode tertentu akan berpengaruh terhadap jenis media yang akan digunakan. Dalam arti bahwa harus ada kesesuaian di antara keduanya untuk mewujudkan tujuan pembelajaran. Walaupun ada hal-hal lain yang juga perlu diperhatikan dalam pemilihan media, seperti: konteks pembelajaran, karakteristik pebelajar, dan tugas atau respon yang diharapkan dari pebelajar (Arsyad, 2002). Sedangkan menurut Criticos (1996), tujuan pembelajaran, hasil belajar, isi materi ajar, rangkaian dan strategi pembelajaran adalah kriteria untuk seleksi dan produksi media. Dengan demikian, penataan pembelajaran (iklim, kondisi, dan lingkungan belajar) yang dilakukan oleh seorang pengajar dipengaruhi oleh peran media yang digunakan.
Pemanfaatan media dalam pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, meningkatkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan berpengaruh secara psikologis kepada siswa (Hamalik, 1986). Selanjutnya diungkapkan bahwa penggunaan media pengajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian informasi (pesan dan isi pelajaran) pada saat itu. Kehadiran media dalam pembelajaran juga dikatakan dapat membantu peningkatan pemahaman siswa, penyajian data/informasi lebih menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi. Jadi dalam hal ini dikatakan bahwa fungsi media adalah sebagai alat bantu dalam kegiatan belajar mengajar.
Sadiman, dkk (1990) menyampaikan fungsi media (media pendidikan) secara umum, adalah sebagai berikut: (i) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat visual; (ii) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, misal objek yang terlalu besar untuk dibawa ke kelas dapat diganti dengan gambar, slide, dsb., peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat film, video, fota atau film bingkai; (iii) meningkatkan kegairahan belajar, memungkinkan siswa belajar sendiri berdasarkan minat dan kemampuannya, dan mengatasi sikap pasif siswa; dan (iv) memberikan rangsangan yang sama, dapat menyamakan pengalaman dan persepsi siswa terhadap isi pelajaran.
Fungsi media, khususnya media visual juga dikemukakan oleh Levie dan Lentz, seperti yang dikutip oleh Arsyad (2002) bahwa media tersebut memiliki empat fungsi yaitu: fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris. Dalam fungsi atensi, media visual dapat menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran. Fungsi afektif dari media visual dapat diamati dari tingkat “kenikmatan” siswa ketika belajar (membaca) teks bergambar. Dalam hal ini gambar atau simbul visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa. Berdasarkan temuan-temuan penelitian diungkapkan bahwa fungsi kognitif media visual melalui gambar atau lambang visual dapat mempercepat pencapaian tujuan pembelajaran untuk memahami dan mengingat pesan/informasi yang terkandung dalam gambar atau lambang visual tersebut. Fungsi kompensatoris media pembelajaran adalah memberikan konteks kepada siswa yang kemampuannya lemah dalam mengorganisasikan dan mengingat kembali informasi dalam teks. Dengan kata lain bahwa media pembelajaran ini berfungsi untuk mengakomodasi siswa yang lemah dan lambat dalam menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dalam bentuk teks (disampaikan secara verbal).
Dengan menggunakan istilah media pengajaran, Sudjana dan Rivai (1992) mengemukakan beberapa manfaat media dalam proses belajar siswa, yaitu: (i) dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa karena pengajaran akan lebih menarik perhatian mereka; (ii) makna bahan pengajaran akan menjadi lebih jelas sehingga dapat dipahami siswa dan memungkinkan terjadinya penguasaan serta pencapaian tujuan pengajaran; (iii) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata didasarkan atas komunikasi verbal melalui kata-kata; dan (iv) siswa lebih banyak melakukan aktivitas selama kegiatan belajar, tidak hanya mendengarkan tetapi juga mengamati, mendemonstrasikan, melakukan langsung, dan memerankan.
Berdasarkan atas beberapa fungsi media pembelajaran yang dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan media dalam kegiatan belajar mengajar memiliki pengaruh yang besar terhadap alat-alat indera. Terhadap pemahaman isi pelajaran, secara nalar dapat dikemukakan bahwa dengan penggunaan media akan lebih menjamin terjadinya pemahaman yang lebih baik pada siswa. Pebelajar yang belajar lewat mendengarkan saja akan berbeda tingkat pemahaman dan lamanya “ingatan” bertahan, dibandingkan dengan pebelajar yang belajar lewat melihat atau sekaligus mendengarkan dan melihat. Media pembelajaran juga mampu membangkitkan dan membawa pebelajar ke dalam suasana rasa senang dan gembira, di mana ada keterlibatan emosianal dan mental. Tentu hal ini berpengaruh terhadap semangat mereka belajar dan kondisi pembelajaran yang lebih hidup, yang nantinya bermuara kepada peningkatan pemahaman pebelajar terhadap materi ajar.
KLASIFIKASI MEDIA PEMBELAJARAN
Media pembelajaran merupakan komponen instruksional yang meliputi pesan, orang, dan peralatan. Dengan masuknya berbagai pengaruh ke dalam dunia pendidikan (misalnya teori/konsep baru dan teknologi), media pendidikan (pembelajaran) terus mengalami perkembangan dan tampil dalam berbagai jenis dan format, dengan masing-masing ciri dan kemampuannya sendiri. Dari sinilah kemudian timbul usaha-usaha untuk melakukan klasifikasi atau pengelompokan media, yang mengarah kepada pembuatan taksonomi media pendidikan/pembelajaran.
Usaha-usaha ke arah taksonomi media tersebut telah dilakukan oleh beberapa ahli. Rudy Bretz, mengklasifikasikan media berdasarkan unsur pokoknya yaitu suara, visual (berupa gambar, garis, dan simbol), dan gerak. Di samping itu juga, Bretz membedakan antara media siar (telecommunication) dan media rekam (recording). Dengan demikian, media menurut taksonomi Bretz dikelompokkan menjasi 8 kategori:
1) media audio visual gerak,
2) media audio visual diam,
3) media audio semi gerak,
4) media visual gerak,
5) media visual diam,
6) media semi gerak,
7) media audio, dan
8) media cetak.
Pengelompokan menurut tingkat kerumitan perangkat media, khususnya media audio-visual, dilakukan oleh C.J Duncan, dengan menyususn suatu hirarki. Dari hirarki yang digambarkan oleh Duncan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat hirarki suatu media, semakin rendah satuan biayanya dan semakin khusus sifat penggunaannya. Namun demikian, kemudahan dan keluwesan penggunaannya semakin bertambah. Begitu juga sebaliknya, jika suatu media berada pada hirarki paling rendah. Schramm (dalam Sadiman, dkk., 1986) juga melakukan pegelompokan media berdasarkan tingkat kerumitan dan besarnya biaya. Dalam hal ini, menurut Schramm ada dua kelompok media yaitu big media (rumit dan mahal) dan little media (sederhana dan murah). Lebih jauh lagi ahli ini menyebutkan ada media massal, media kelompok, dan media individu, yang didasarkan atas daya liput media.
Beberapa ahli yang lain seperti Gagne, Briggs, Edling, dan Allen, membuat taksonomi media dengan pertimbangan yang lebih berfokus pada proses dan interaksi dalam belajar, ketimbang sifat medianya sendiri. Gagne misalnya, mengelompokkan media berdasarkan tingkatan hirarki belajar yang dikembangkannya. Menurutnya, ada 7 macam kelompok media seperti: benda untuk didemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar gerak, film bersuara, dan mesin belajar. Briggs mengklasifikasikan media menjadi 13 jenis berdasarkan kesesuaian rangsangan yang ditimbulkan media dengan karakteristik siswa. Ketiga belas jenis media tersebut adalah: objek/benda nyata, model, suara langsung, rekaman audio, media cetak, pembelajaran terprogram, papan tulis, media transparansi, film bingkai, film (16 mm), film rangkai, televisi, dan gambar (grafis).
Sejalan dengan perkembangan teknologi, maka media pembelajaran pun mengalami perkembangan melalui pemanfaatan teknologi itu sendiri. Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut, Arsyad (2002) mengklasifikasikan media atas empat kelompok:
1) media hasil teknologi cetak,
2) media hasil teknologi audio-visual,
3) media hasil teknologi berbasis komputer, dan
4) media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer.
Seels dan Glasgow (dalam Arsyad, 2002) membagi media ke dalam dua kelompok besar, yaitu: media tradisional dan media teknologi mutakhir. Pilihan media tradisional berupa media visual diam tak diproyeksikan dan yang diproyeksikan, audio, penyajian multimedia, visual dinamis yang diproyeksikan, media cetak, permainan, dan media realia. Sedangkan pilihan media teknologi mutakhir berupa media berbasis telekomunikasi (misal teleconference) dan media berbasis mikroprosesor (misal: permainan komputer dan hypermedia).
Dari beberapa pengelompokkan media yang dikemukakan di atas, tampaknya bahwa hingga saat ini belum terdapat suatu kesepakatan tentang klasifikasi (sistem taksonomi) media yang baku. Dengan kata lain, belum ada taksonomi media yang berlaku umum dan mencakup segala aspeknya, terutama untuk suatu sistem instruksional (pembelajaran). Atau memang tidak akan pernah ada suatu sistem klasifikasi atau pengelompokan yang sahih dan berlaku umum. Meskipun demikian, apapun dan bagaimanapun cara yang ditempuh dalam mengklasifikasikan media, semuanya itu memberikan informasi tentang spesifikasi media yang sangat perlu kita ketahui. Pengelompokan media yang sudah ada pada saat ini dapat memperjelas perbedaan tujuan penggunaan, fungsi dan kemampuannya, sehingga bisa dijadikan pedoman dalam memilih media yang sesuai untuk suatu pembelajaran tertentu.
KARAKTERISTIK BEBERAPA JENIS MEDIA PEMBELAJARAN
Setiap media pembelajaran memiliki karakteristik tertentu, yang dikaitkan atau dilihat dari berbagai segi. Misalnya, Schramm melihat karakteristik media dari segi ekonomisnya, lingkup sasaran yang dapat diliput, dan kemudahan kontrolnya oleh pemakai (Sadiman, dkk., 1990). Karakteristik media juga dapat dilihat menurut kemampuannya membangkitkan rangsangan seluruh alat indera. Dalam hal ini, pengetahuan mengenai karakteristik media pembelajaran sangat penting artinya untuk pengelompokan dan pemilihan media. Kemp, 1975, (dalam Sadiman, dkk., 1990) juga mengemukakan bahwa karakteristik media merupakan dasar pemilihan media yang disesuaikan dengan situasi belajar tertentu.
Gerlach dan Ely mengemukakan tiga karakteristik media berdasarkan petunjuk penggunaan media pembelajaran untuk mengantisipasi kondisi pembelajaran di mana guru tidak mampu atau kurang efektif dapat melakukannya. Ketiga karakteristik atau ciri media pembelajaran tersebut (Arsyad, 2002) adalah: a) ciri fiksatif, yang menggambarkan kemampuan media untuk merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau obyek; b) ciri manipulatif, yaitu kamampuan media untuk mentransformasi suatu obyek, kejadian atau proses dalam mengatasi masalah ruang dan waktu. Sebagai contoh, misalnya proses larva menjadi kepompong dan kemudian menjadi kupu-kupu dapat disajikan dengan waktu yang lebih singkat (atau dipercepat dengan teknik time-lapse recording). Atau sebaliknya, suatu kejadian/peristiwa dapat diperlambat penayangannya agar diperoleh urut-urutan yang jelas dari kejadian/peristiwa tersebut; c) ciri distributif, yang menggambarkan kemampuan media mentransportasikan obyek atau kejadian melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian itu disajikan kepada sejumlah besar siswa, di berbagai tempat, dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian tersebut.
Berdasarkan uraian sebelumnya, ternyata bahwa karakteristik media, klasifikasi media, dan pemilihan media merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam penentuan strategi pembelajaran. Banyak ahli, seperti Bretz, Duncan, Briggs, Gagne, Edling, Schramm, dan Kemp, telah melakukan pengelompokan atau membuat taksonomi mengenai media pembelajaran. Dari sekian pengelompokan tersebut, secara garis besar media pembelajaran dapat diklasifikasikan atas: media grafis, media audio, media proyeksi diam (hanya menonjolkan visual saja dan disertai rekaman audio), dan media permainan-simulasi. Arsyad (2002) mengklasifikasikan media pembelajaran menjadi empat kelompok berdasarkan teknologi, yaitu: media hasil teknologi cetak, media hasil teknologi audio-visual, media hasil teknologi berdasarkan komputer, dan media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer. Masing-masing kelompok media tersebut memiliki karakteristik yang khas dan berbeda satu dengan yang lainnya. Karakteristik dari masing-masing kelompok media tersebut akan dibahas dalam uraian selanjutnya.
Media grafis. Pada prinsipnya semua jenis media dalam kelompok ini merupakan penyampaian pesan lewat simbul-simbul visual dan melibatkan rangsangan indera penglihatan. Karakteristik yang dimiliki adalah: bersifat kongkret, dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, dapat memperjelas suatu masalah dalam bidang masalah apa saja dan pada tingkat usia berapa saja, murah harganya dan mudah mendapatkan serta menggunakannya, terkadang memiliki ciri abstrak (pada jenis media diagram), merupakan ringkasan visual suatu proses, terkadang menggunakan simbul-simbul verbal (pada jenis media grafik), dan mengandung pesan yang bersifat interpretatif.
Media audio. Hakekat dari jenis-jenis media dalam kelompok ini adalah berupa pesan yang disampaikan atau dituangkan kedalam simbul-simbul auditif (verbal dan/atau non-verbal), yang melibatkan rangsangan indera pendengaran. Secara umum media audio memiliki karakteristik atau ciri sebagai berikut: mampu mengatasi keterbatasan ruang dan waktu (mudah dipindahkan dan jangkauannya luas), pesan/program dapat direkam dan diputar kembali sesukanya, dapat mengembangkan daya imajinasi dan merangsang partisipasi aktif pendengarnya, dapat mengatasi masalah kekurangan guru, sifat komunikasinya hanya satu arah, sangat sesuai untuk pengajaran musik dan bahasa, dan pesan/informasi atau program terikat dengan jadwal siaran (pada jenis media radio).
Media proyeksi diam. Beberapa jenis media yang termasuk kelompok ini memerlukan alat bantu (misal proyektor) dalam penyajiannya. Ada kalanya media ini hanya disajikan dengan penampilan visual saja, atau disertai rekaman audio. Karakteristik umum media ini adalah: pesan yang sama dapat disebarkan ke seluruh siswa secara serentak, penyajiannya berada dalam kontrol guru, cara penyimpanannya mudah (praktis), dapat mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan indera, menyajikan obyek -obyek secara diam (pada media dengan penampilan visual saja), terkadang dalam penyajiannya memerlukan ruangan gelap, lebih mahal dari kelompok media grafis, sesuai untuk mengajarkan keterampilan tertentu, sesuai untuk belajar secara berkelompok atau individual, praktis dipergunakan untuk semua ukuran ruangan kelas, mampu menyajikan teori dan praktek secara terpadu, menggunakan teknik-teknik warna, animasi, gerak lambat untuk menampilkan obyek/kejadian tertentu (terutama pada jenis media film), dan media film lebih realistik, dapat diulang-ulang, dihentikan, dsb., sesuai dengan kebutuhan.
Media permainan dan simulasi. Ada beberapa istilah lain untuk kelompok media pembelajaran ini, misalnya simulasi dan permainan peran, atau permainan simulasi. Meskipun berbeda-beda, semuanya dapat dikelompkkan ke dalam satu istilah yaitu permainan (Sadiman, 1990). Ciri atau karakteristik dari media ini adalah: melibatkan pebelajar secara aktif dalam proses belajar, peran pengajar tidak begitu kelihatan tetapi yang menonjol adalah aktivitas interaksi antar pebelajar, dapat memberikan umpan balik langsung, memungkinkan penerapan konsep-konsep atau peran-peran ke dalam situasi nyata di masyarakat, memiliki sifat luwes karena dapat dipakai untuk berbagai tujuan pembelajaran dengan mengubah alat dan persoalannya sedikit saja, mampu meningkatkan kemampuan komunikatif pebelajar, mampu mengatasi keterbatasan pebelajar yang sulit belajar dengan metode tradisional, dan dalam penyajiannya mudah dibuat serta diperbanyak.
KESIMPULAN
Ada beberapa batasan atau pengertian tentang media pembelajaran yang disampaikan oleh para ahli. Dari batasan-batasan tersebut, dapat dirangkum bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang menyangkut software dan hardware yang dapat digunakan untuk meyampaikan isi materi ajar dari sumber belajar ke pebelajar (individu atau kelompok), yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat pebelajar sedemikian rupa sehingga proses belajar (di dalam/di luar kelas) menjadi lebih efektif.
Dalam awal perkembangannya, media memiliki posisi sebagai alat bantu dalam kegiatan pembelajaran, yaitu alat bantu mengajar bagi guru (teaching aids). Sebagai alat bantu dalam mengajar, media diharapkan dapat memberikan pengalaman kongkret, motivasi belajar, mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa. Dengan kemajuan teknologi di berbagai bidang, misalnya dalam teknologi komunikasi dan informasi pada saat ini, media pembelajaran memiliki posisi sentral dalam proses belajar dan bukan semata-mata sebagai alat bantu. Media adalah bagian integral dari proses belajar mengajar. Dalam posisi seperti ini, penggunaan media pembelajaran dikaitkan dengan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh media, yang mungkin tidak mampu dilakukan oleh guru (atau guru melakukannya kurang efisien). Dengan kata lain, bahwa posisi guru sebagai fasilitator dan media memiliki posisi sebagai sumber belajar yang menyangkut keseluruhan lingkungan di sekitar pebelajar.
Berdasarkan atas beberapa fungsi media pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media dalam kegiatan belajar mengajar memiliki pengaruh yang besar terhadap alat-alat indera. Penggunaan media akan lebih menjamin terjadinya pemahaman dan retensi yang lebih baik terhadap isi pelajaran. Media pembelajaran juga mampu membangkitkan dan membawa pebelajar ke dalam suasana rasa senang dan gembira, di mana ada keterlibatan emosianal dan mental. Tentu hal ini berpengaruh terhadap semangat mereka belajar dan kondisi pembelajaran yang lebih “hidup”, yang nantinya bermuara kepada peningkatan pemahaman pebelajar terhadap materi ajar. Jadi, sasaran akhir penggunaan media adalah untuk memudahkan belajar, bukan kemudahan mengajar (Degeng, 2001).
Usaha-usaha ke arah pembuatan sistem taksonomi media pembelajaran telah dilakukan oleh para ahli dengan dasar pertimbangannya masing-masing. Duncan dan Scrhamm mengelompokkan media berdasarkan kerumitan dan biayaya. Sedangkan Gagne, Briggs, Edling, dan Allen, membuat taksonomi media dengan pertimbangan yang lebih berfokus pada proses dan interaksi dalam belajar, ketimbang sifat medianya sendiri. Rudy Bretz, mengklasifikasikan media berdasarkan unsur pokoknya yaitu suara, visual, dan gerak. Klasifikasi berdasarkan pemanfaatan dan perkembangan teknologi dilakukan oleh Arsyad dan Seels & Glasgow. Walaupun demikian, belum ada taksonomi media yang baku, berlaku umum dan mencakup segala aspeknya, terutama untuk suatu sistem instruksional (pembelajaran). Pengelompokan media yang sudah ada pada saat ini dapat memperjelas perbedaan tujuan penggunaan, fungsi dan kemampuannya, sehingga bisa dijadikan pedoman dalam memilih media yang sesuai untuk suatu pembelajaran tertentu.
Setiap jenis media memiliki karakteristiknya yang khas, yang dikaitkan atau dilihat dari berbagai segi (misalnya dari segi ekonomisnya, lingkup sasaran yang dapat diliput, dan kemudahan kontrolnya oleh pemakai, menurut kemampuannya membangkitkan rangsangan seluruh alat indera, dan petunjuk penggunaannya untuk mengatasi kondisi pembelajaran). Secara umum media pembelajaran memiliki tiga karakteristik atau ciri yaitu: a) ciri fiksatif, yang menggambarkan kemampuan media untuk merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau obyek; b) ciri manipulatif, yaitu kamampuan media untuk mentransformasi suatu obyek, kejadian atau proses dalam mengatasi masalah ruang dan waktu.; c) ciri distributif, yang menggambarkan kemampuan media mentransportasikan obyek atau kejadian melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian itu disajikan kepada sejumlah besar siswa, di berbagai tempat, dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian tersebut.

membudayakan matematika di sekolah

Membudayakan Matematika di Sekolah

Solichan Abdullah  (Widyaiswara Utama  pada LPMP Jawa Timur)
Pendahuluan  
Tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak masyarakat khususnya peserta didik di sekolah memberikan kesannya terhadap matematika sebagai sesuatu yang dianggap seperti ‘monster’ yang menakutkan. Salah satu penyebab diantaranya adalah karena sebagian (besar?) peserta didik memperoleh nilai ulangan atau ujian matematika di sekolahnya kurang memuaskan yang merupakan indikator bahwa matematika sulit dipelajari oleh peserta didik.
Contoh kasus seperti di atas merupakan salah bukti bahwa pendidikan matematika khususnya di tanah air masih memprihatinkan jika ditinjau sisi nilai ulangan/ujian peserta didik. Lepas dari valid, reliable, objektif atau tidaknya soal ujian sesaat tersebut, kita perlu bertanya : “Apakah matematika masih belum memasyarakat? Tentu pertanyaan ini tidak dapat langsung dijawab ‘ya’, sebab kenyataannya masyarakat baik langsung atau tidak langsung sudah menggunakan matematika dalam aktivitas kehidupannya sehari-hari. Disadari atau tidak sejak bangun tidur sampai tidur lagi kita banyak menggunakan matematika. Berbicara masalah pemasyarakatan tidak lepas kaitannya dengan masalah pembudayaan dan hal ini berhubungan dengan masalah pendidikan.
Banyak orang sangat suka dengan tantangan, itu yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu. Jika kita merasa bahwa matematika itu pelajaran yang sulit, ”ribet”, dan serius, maka kita menjadikan anggapan yang seperti itu sebagai suatu tantangan. Kita bisa menjadikannya suatu motivasi dengan tertantang untuk mengalahkannya.

Pengertian Matematika
   Banyak definisi tentang matematika, dan masing-masing belum sempurna atau kebal terhadap kritik. Menurut Everyman’s Encyclopaedia dalam Elea Tinggih (1972 : 11): Mathematics is a science of space and number, and is the basis of all other sciences ( Matematika adalah ilmu tentang ruang dan bilangan, dan merupakan dasar dari semua ilmu lainnya). Secara harfiah matematika  berasal dari kata ‘mathema’ (pengetahuan) dan ‘manthanein’ (belajar, dengan maksud untuk memahami). Jadi matematika adalah ilmu tentang cara memahami pengetahuan. Memahami bermaksud mengenalnya secara cermat, jelas dan objektif. Semua keunsuran dalam matematika adalah abstrak dan ideal, artinya ada dalam alam pikiran, sehingga kegiatan pada matematika menyangkut olah pikiran dan olah kejiwaan sedangkan pendayagunaan dan penerapan matematika terdapat pada alam fisik. Ungkapan matematika adalah simbolik dan dimanfaatkan untuk memahami pengetahuan secara umum, misalnya berhitung, geometri, probabilitas, statistika, kalkulus, dan  sebagainya. Matematika yang dipromosikan itu sendiri secara implisit sebetulnya mengandung nilai-nilai. Abstrak adalah suatu nilai terhadap konkrit, formal suatu nilai terhadap informal, objektif terhadap subjektif, pembenaran terhadap penemuan, rasionalitas terhadap intuisi, penalaran terhadap emosi, hal-hal umum terhadap hal-hal khusus, teori terhadap praktik, kerja dengan fikiran terhadap kerja dengan tangan, dan seterusnya.
Pengamatan yang kita lakukan sehari-hari, baik pengamatan indera maupun pengamatan batin didasarkan atas kegiatan melakukan pembandingan.  Dengan demikian dalam tanggapan kita timbul berbagai macam keadaan dan ketiadaan. Dengan mengenal bilangan dan ruang, artinya memiliki pengetahuan tentang bilangan dan ruang, kita dapat melakukan pemikiran dan pengungkapan terhadap tanggapan kita secara cermat, jelas dan objektif lewat kegiatan melakukan perhitungan dan pengukuran. Berpikir dan merasa, tidak lain adalah melakukan perhitungan dan pengukuran walalupun tidak selalu kuantitatif, tetapi kualitatif dan seringkali intuitif, tetapi jelas akan lebih eksak bila mampu mengkuantifikasikan.
Dapat kita bayangkan betapa sulitnya dalam menghadapi kehidupan ini bila tidak ada pengertian atau tidak pernah dikenal apa yang disebut bilangan dan ruang. Kenyataan dalam hidup sehari-hari kita mengakrabkan diri dan memang mutlak memerlukan bilangan dan ruang. Kerjasama antara matematika dan teknologi telah menghasilkan komputer yang sekarang telah membudaya/memasyarakat. Komputerisasi merupakan perwujudan dari matematisasi kehidupan. Tingkat kecermatannya, kejelasannya, keobjektifannya dan kecepatan prosesnya dari pengolahan dengan komputer jauh mengatasi kemampuan manusia. Namun kita harus ingat bahwa komputer adalah hanya peralatan yang dibuat oleh manusia; walaupun mempunyai kemampuan yang luar biasa, tetapi tetap dungu dan bergantung kepada pengendalian manusia, kegiatannya sesuai dengan program yang disiapkan oleh manusia. Manusia adalah merupakan komputer alamiah, komputer yang amat sempurna karena merupakan ciptaan Tuhan YME. Adanya komputer tidak menurunkan martabat manusia, karena kegiatan komputer hanya berlangsung atas dasar perintah manusia dengan terlebih dahulu disajikan programnya. Dengan pelimpahan tugas kepada komputer dan mekanisme teknologi lainnya, kita telah memperalat mereka sehingga sisa tugas yang masih perlu dilakukan oleh manusia sebagian besar menyangkut tugas kemanusiaan.
Matematisasi tidak terbatas pada komputerisasi belaka. Masih banyak sekali konsep-konsep matematika murni yang bersifat abstrak dan ideal, penerapannya belum terwujud. Jika diingat, terapan teori relativitas dari Einstein yang berlandaskan matematika baru terwujud puluhan tahun kemudian. Memang, acuan yang mendorong para matematikawan murni untuk melakukan kegiatan bukan nilai daya gunanya, tetapi inspirasi dan aspirasinya untuk kepuasan batin. Kiranya serupa dengan kegiatan para pelukis abstrak. Anehnya lebih banyak yang menyatakan kekagumannya terhadap hasil karya para seniman tersebut karena ketidakmengertiannya daripada mereka yang benar-benar dapat menghayati kecemerlangan orijinalitasnya. Memang dalam kehidupan sehari-hari lebih banyak kepura-puraan yang tertutup daripada kejujuran terbuka, karena kejujuran yang terbuka atau keterbukaan yang jujur memerlukan keberanian. Matematika yang telah dapat diterapkan merupakan bahasa ilmu yang mampu menguraikan dan menyimpulkan untuk penyelesaian permasalahannya, merupakan jaringan/ penghubung antar ilmu yang mampu menyatupadukannya secara interdisipliner. Jadi jelas, matematika dapat berfungsi sebagai alat untuk mengolah dan memberikan keterangan secara lugas, cermat, jelas dan objektif.
Hendra Gunawan (2002) menyatakan bahwa matematika tidak hanya sekedar sebagai alat, melainkan lebih dari itu. Dibalik alat-alat tersebut terdapat pesan bagaimana memilih alat yang tepat, kapan kita dapat dan memang harus menggunakan alat itu, serta bagaimana menggunakannya dengan benar, selalu berusaha mencari cara paling efisien dan efektif, dan jika menemui jalan buntu jangan putus asa. Prinsip-prinsip hidup ini dapat dikembangkan melalui matematika. Disamping itu, jika kita telusuri pembelajaran matematika paling sedikit mempunyai tiga macam nilai, yaitu nilai praktis, nilai disiplin, dan nilai budaya (Solichan Abdullah, 2001).
Dalam mengerjakan soal-soal matematika seseorang sama dengan melakukan kegiatan senam otak, dan manfaat yang diharapkan adalah untuk meningkatkan berpikir secara logik, rasional, proporsional, kritis, objektif, cermat dan eksak. Beberapa contoh pola berpikir:
  • mencari faktor persekutuan terbesar (FPB) pada matematika atau interseksi pada kumpulan himpunan.
Hal ini menyangkut menemukan kesamaan umum dengan melepaskan kelainan-kelainan khusus menuju mencari hakiki dari berbagai macam keadaan, menemukan genusnya.
  • mencari kelipatan persekutuan terkecil (KPK) pada matematika atau unifikasi pada himpunan.
Hal ini mengumpulkan semua kelainan/kekhususan menuju mengumpulkan keanekaragaman yang mungkin terjadi, menemukan berbagai variabilitas dan konstanta dalam berbagai masalah, menemukan spesiesnya.
Dari uraian di atas, kiranya telah ada kesan yang cukup tentang tafsiran mengenai budaya, matematika dan pembudayaan /pemasyarakatan matematika. Berpangkal pada pengertian tersebut di atas, yang jelas kegunaan matematika telah diakui dan telah dirasakan yang merupakan usaha mematematikakan masyarakat, walaupun apresiasi masyarakat terhadap matematika masih kurang. Di samping itu melalui matematika kita dapat mengembangkan kecakapan hidup (life skills), melatih penalaran yang diperlukan dalam perjuangan hidup.
Jika matematika dianggap sebagai kebenaran mutlak dan kepastian, tetapi peran yang sangat penting dalam pencapaian individu. Tetapi peserta didik dapat dilihat sebagai makhluk yang berevolusi. Oleh karena itu matematika dipandang sebagai lebih manusiawi, antara lain, dapat dianggap sebagai bahasa, kreativitas manusia. Pendapat pribadi sangat dihargai dan ditekankan. Peserta didik memiliki hak individu untuk melindungi diri dan pengalaman mereka dan berkembang sesuai potensinya. Kemampuan untuk melakukan masalah matematika bersifat individual. Belajar teori yang didasarkan pada asumsi bahwa setiap peserta didik berbeda satu sama lain dalam penguasaan matematika. Peserta didik dianggap memiliki kesiapan mental dan kemampuan bervariasi dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu setiap individu memerlukan kesempatan, perlakuan, dan fasilitas yang berbeda dalam belajar matematika. Akulturasi pembelajaran matematika memiliki implikasi untuk fungsi guru sebagai fasilitator sebaik-baiknya sehingga peserta didik dapat belajar matematika secara optimal.
Matematika dianggap tidak diajarkan oleh guru, tetapi untuk dipelajari oleh peserta didik. Peserta didik ditempatkan sebagai titik sentral pembelajaran matematika. Guru bertugas menciptakan suasana, dan fasilitas lainnya dan peran guru lebih sebagai manajer guru. Belajar dilakukan dalam suasana yang kondusif yaitu suasana kurang formal. Peserta didik bekerja pada kegiatan matematika yang berbeda dengan target yang berbeda. Guru memiliki tiga fungsi utama: sebagai fasilitator, sebagai sumber pengajaran dan aktivitas memantau peserta didik. Dengan demikian, guru dapat mengembangkan varian metode pembelajaran: ceramah, diskusi, tugas memberi, seminar, dan lain-lain.

Pembudayaan Matematika
Budaya adalah pikiran atau akal budi dan kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989: 130-131). Budaya adalah buah dari budi manusia dan kebudayaan adalah perwujudan dari budaya. Budi manusia pada pokoknya terdiri atas cipta, rasa dan karsa. Jelas hal tersebut terkait dengan pikiran, perasaan dan kehendak, jadi hasilnya menyangkut: logika, etika, estetika dan dinamika. Tiga kekuatan jiwa tersebut dapat mandiri maupun bergabung manunggal dengan berbagai macam komposisi dan variasi, hingga kebudayaan mencerminkan unsur-unsur ketajaman pikiran, kepekaan perasaan dan keteguhan kehendak.
Slamet Dajono seorang pakar Matematika dalam suatu seminar tahun 1977 menyatakan bahwa secara  mandiri atau manunggal kebudayaan melibatkan atau mencakup bidang-bidang keilmuan, kesenian (keindahan dan keluhuran), keyakinan (keberanian, kepercayaan, keimanan). Pengembangannya menyangkut keadilan, kebajikan, kesusilaan, kecintaan, ketawakalan. Dengan demikian meliputi kehidupan kemanusiaan secara umum, baik kehidupan lahir maupun kehidupan batin.
Membudayakan sesuatu adalah meleburkannya hingga terjiwai, mengintegrasikan dalam budi manusia, hingga mewarnai segala cipta, rasa dan karsanya. Jadi membudayakan matematika dalam masyarakat artinya memanunggalkan matematika dalam budi masyarakat sehingga segala cipta, rasa dan karsa bersifat matematika. Sering kita mendengar pembicaraan di masyarakat bahwa argumentasi yang dikemukakan si Fulan tidak rasional. Berbicara masalah rasionalitas berpikir tentu berkaitan dengan masalah logika, berarti si Fulan belum menggunakan logika berpikir yang antara lain dikembangkan dalam matematika. Tidak rasional berarti alasan yang mendukung apa yang dikemukakan si Fulan tidak sahih(valid). Berpikir logis, rasional, praktis, efektif, efisien adalah salah satu dasar yang diperlukan bagi keharmonisan, keselarasan, rasa saling menghormati dalam kehidupan bermasyarakat.
Untuk dapat berbudaya, pemahaman matematika yang diperlukan adalah tentang makna matematika dalam berbagai dimensi. Makna matematika dimensi dapat dilihat dari dimensi sisi matematika untuk benda dan benda-benda konkret untuk dimensi objek matematika abstrak.

Membudayakan Matematika Melalui Pembelajaran dan Komunikasi Matematika
Pembudayaan matematika di sekolah dapat diawali dengan mendefinisikan hakekat matematika sekolah. Ebbutt, S dan Straker, A., (1995) mendefinisikan matematika sekolah sebagai: (1)kegiatan matematika merupakan kegiatan penelusuran pola dan hubungan, (2) kegiatan matematika memerlukan kreativitas, imajinasi, intuisi dan penemuan, (3) kegiatan dan hasil-hasil matematika perlu dikomunikasikan, (4) kegiatan problem solving adalah bagian dari kegiatan matematika, (5) algoritma merupakan prosedur untuk memperoleh jawaban-jawaban persoalan matematika, dan (6) interaksi sosial diperlukan dalam kegiatan matematika. Pembudayaan matematika di sekolah dapat menekankan kepada hubungan antar manusia dalam dimensinya dan menghargai adanya perbedaan individu baik dalam kemampuan maupun pangalamannya. Jika matematika dipandang sebagai kebenaran absolut dan pasti, tetapi peran individu sangat menonjol dalam pencapaiannya. Tetapi peserta didik dapat dipandang sebagai makhluk yang berkembang (progress).
Oleh karenanya matematika dipandang secara lebih manusiawi antara lain dapat dianggap sebagai bahasa, kreativitas manusia. Pendapat pribadi sangat dihargai dan ditekankan. Peserta didik mempunyai hak individu untuk melindungi dan mengembangkan diri dan pengalamannya sesuai dengan potensinya. Kemampuan mengerjakan soal-soal matematika adalah bersifat individu. Teori belajar berdasar pada anggapan bahwa setiap peserta didik berbeda antara satu dengan lainnya dalam penguasaan matematika. Peserta didik dianggap mempunyai kesiapan mental dan kemampuan yang berbeda-beda dalam mempelajari matematika. Oleh karena itu setiap individu memerlukan kesempatan, perlakuan, dan fasilitas yang berbeda-beda dalam mempelajari matematika.
Unsur dasar pembudayaan matematika adalah kegiatan mengkomunikasikan matematika pada berbagai dimensinya. Komunikasi dapat didefinisikan sebagai berbagai bentuk vitalitas dari potensi-p otensi relational antara subyek-subyek, subyek-obyek, obyek subyek atau obyek-obyek. Komunikasi matematika meliputi materi komunikasi, komunikasi formal, komunikasi normatif dan komunikasi spiritual. Sehubungan dengan pembelajaran matematika maka kita lebih cocok untuk mendefinisikan matematika sebagai matematika sekolah, tetapi untuk tingkat perguruan tinggi kita mendefinisikan matematika formal atau aksiomatik. Akulturasi matematika dapat berkontribusi untuk bangsa melalui inovasi pembelajaran matematika secara terus menerus. Dalam kaitannya untuk mendapatkan superioritas bangsa maka kita dapat berpikir tentang matematika, mengajar matematika dan pendidikan matematika di berbagai tingkat tingkat hierarki atau intrinsik, ekstrinsik atau sistemik
Pembudayaan pembelajaran matematika berimplikasi kepada fungsi guru sebagai fasilitator sebaik-baiknya agar peserta didik dapat mempelajari matematika secara optimal. Matematikadipandang bukan untuk diajarkan oleh guru tetapi untuk dipelajari oleh peserta didik. Peserta didik ditempatkan sebagai titik pusat pembelajaran matematika. Guru bertugas menciptakan suasana, menyediakan fasilitas dan lainnya dan peranan guru lebih bersifat sebagai manajer dari pada pengajar. Pembelajaran dilakukan dalam suasana yang kondusif yaitu suasana yang tidak begitu formal. Peserta didik mengerjakan kegiatan matematika yang berbeda-beda dengan target yang berbeda-beda. Guru mempunyai tiga fungsi utama yaitu : sebagai fasilitator, sebagai sumber ajar dan memonitor kegiatan peserta didik. Dengan demikian guru dapat mengembangkan metode pembelajaran secara bervarisasi: ceramah, diskusi, pemberian tugas, seminar, dsb. Sumber belajar atau referensi merupakan titik sentral dalam pembelajaran matematika. Variasi sumber belajar atau referensi sangat diperlukan termasuk buku-buku, jurnal dan akses ke internet. Penilaian dilakukan dengan pendekatan asesmen, portofolio atau autenthic assessment.

Penutup

Dalam masa pembangunan saat ini hampir setiap perencanaan, pengendalian, penilaian dan pengembangannya mendasarkan metode kuantitatif dan hal ini jelas bila matematika banyak dilibatkan. Tampaknya pendidikan matematika baik yang menyangkut pendidikan formal maupun pendidikan non-formal ataupun bersifat informal perlu mendapat perhatian khusus. Masyarakat, para orangtua, dan tentunya guru berpendapat bahwa matematika berguna. Bukan hanya karena dipakai dalam kehidupan sehari-hari dan bermacam-macam pekerjaan, namun alasan yang paling utama adalah karena matematika melatih peserta didik berpikir dan berargumentasi. Pendidikan matematika dalam arti umum sebenarnya secara tidak langsung telah terlibat dalam pembudayaan/ pemasyarakatan matematika.
Keberhasilan dalam pendidikan matematika merupakan keberhasilan dalam pemasyarakatan matematika. Banyak tantangan yang dihadapi oleh guru matematika dalam pemasyarakatan matematika di kelas, dan untuk mengatasinya guru merubah paradigma dalam membantu peserta didik belajar matematika. Yang menjadi pekerjaan rumah bagi guru diantaranya adalah bagaimana mengubah belajar matematika menjadi suatu kegiatan yang menyenangkan bagi peserta didik  maupun bagi guru sendiri.

prestasi indonesia

Sumber gambar
Berikut adalah tulisan dan atau berita yang membuktikan prestasi Indonesia di tingkat dunia Internasional. Saya mencoba mengumpulkan karya manusia Indonesia dengan kategori  ”terhebat” karena mengalahkan negara-negara hebat, “terbanyak” karena melampaui jumlah perolehan dari berbagai negara, “pelopor/pertama” karena merekalah yang awal melakukannya, dan “juara umum” karena menguasai mayoritas kejuaraan dalam suatu even. Semua hal tersebut meliputi berbagai lini kehidupan, dan bukan sekedar “menang” atau “jadi juara” seperti pencapaian manusia Indonesia yang terjadi tiap tahun….
Sebagai info saja, tanggal tulisan menunjukkan tanggal terbit, dan bukan tanggal prestasi dicapai.
Silahkan klik dibawah ini, maka berbanggalah menjadi orang Indonesia!!!
  1.  Indonesia Menang di Kompetisi Software Dunia – 14 Juli 2009
  2. Paduan Suara Universitas Indonesia Juara di Austria – 14 Juli 2009
  3. Film Indonesia Menang di Polandia – 4 Juli 2009
  4. Di Puncak Himalaya Merah Putih Ku Kibarkan: Memory 1997 – 17 Juli 2009
  5. Tiga Pecatur Indonesia Raih Juara di Vietnam – 17 Juni 2009
  6. Indonesia Juara Umum Olimpiade Sains – 12 Juni 2009
  7. Sea Games XII: Tim Bulu Tangkis Indonesia Juara Umum – 17 Juni 2009
  8. Anak Agung Masuk Pionir Dunia – 17 Juni 2009
  9. Kalahkan Jendral Spanyol, Indonesia Juara Umum Menembak antar Komandan – 17 Juni 2009
  10. Tim Indonesia Juara Pertama Overlock Dunia – 16 Juni 2009
  11. Indonesia Juara Pertama The Asia Pscific International Humanitarian Law Moot Court Competition – 16 Juni 2009
  12. Indonesia Juara Umum Olimpiade Sains Yunior Internasional – 16 Juni 2009
  13. Indonesia Juara Umum APSSO 2008 – 16 Juni 2009
  14. Ilmuan Pelajar Tingkat Dunia, Indonesia Juara Umum – 16 Juni 2009
  15. Indonesia Jura Tersenyum sedunia – 16 Juni 2009
  16. Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Kedua di Ho Chi Minh City – 16 Juni 2009
  17. Dangdut in America – 7 Feb 2009
  18. Profesor Termuda di Amerika Serikat Ternyata WNI – 6 Sept 2008
  19. Raih 3 Emas Kazakhstan, Triyatno Buat Bangga Indonesia
  20. Yuyun Ismawati Peroleh “Nobel Lingkungan”
  21. Bali Raih Penghargaan Pulau Terbaik Asia Pasifik
  22. Dua Pemuda Indonesia Raih Penghargaan Wirausahawan di Inggris
  23. Qory Indonesia Juara MTQ Internasional
  24. Silat-Indonesia Juara Umum Kejuaraan Silat Internasional Inggris
  25. Indonesia Juara 1 Pameran Wisata Internasional
  26. Atlet Indonesia Ukir Prestasi di Spesial Olympic
  27. Eko Raih Emas di Kejuaraan Dunia Angkat Besi Junior Rumania
  28. Para Penemu yang Berasal dari Indonesia
  29. Indonesia Juara Umum Kejuaraan Dunia Kempo
  30. Penyanyi Indonesia Juarai Festival New Wave di Latvia
  31. Medina dan Chelsea Juara Dunia Catur
  32. Indonesia Juara Olimpiade Komputer 2009
  33. Pelajar Indonesia Juara Dunia GEC 2009
  34. Mahasiswa Indonesia Menjuarai Kompetisi Coding Dunia
  35. Indonesia Juarai Olahraga ASEAN di Jenewa Ketiga Kalinya
  36. Tim Kalingga UGM Juarai Kompetisi Internasional “Trust By Danone”
  37. Indonesia Raih Medali Olimpiade Informatika Internasional
  38. Indonesia Juarai Olimpiade Biologi Internasional
  39. Siswa SMKN Jadi Trainer Asia, Korupsi Masuk Kurikulum
  40. Prof. DR. Ken Kawan Soetanto-Peraih 4 Doktor dan 41 Paten di Jepang
  41. Johny Setiawan, Ph.D – Penemu Planet Pertama dan Bintang Muda
  42. Prof.Dr.Ing. BJ Habibi – 46 Paten Aeronetika
  43. Sejarah Dua Cockpit Dipelopori oleh Orang Indonesia – 15 Okt 2010
  44. Indonesia Capai 7 Summits – 3 agustus 2011
  45. Kunto Pecahkan Rekor DuniaPenggebuk Drum Terlama – 1 Jan 2012

Kamis, 16 Mei 2013

struktur kurikulum 2013

iklan5-skema2
Struktur kurikulum dalam hal perumusan desain kurikulum, menjadi amat penting, karena begitu struktur yang disiapkan tidak mengarah sekaligus menopang pada apa yang ingin dicapai dalam kurikulum, maka implementasinya pun akan kedodoran...
Sebanyak 14 juta siswa keluarga miskin pada jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) akan mendapat Bantuan Siswa Miskin (BSM) tahun ini. Jumlah ini lebih besar dibandingkan BSM tahun lalu, yaitu sebesar enam juta siswa.
Olimpiade Sains Nasional (OSN) tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) resmi dibuka oleh Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Pendidikan Musliar kasim di Batam, Kepulauan Riau, Kamis (16/05) kemarin. Acara yang digelar di auditorium SMP Harapan Utama.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang telah ditandatangani Presiden pada 7 Mei 2013, tidak serta merta menghapus UN SD.
Usai menjadi pembina dalam apel akbar dalam rangka memperingati hari lahir Nahdatul Ulama (NU) ke-90, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh melakukan sosialisasi Kurikulum 2013, didampingi Menteri Agama Surya Dharma Ali.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh beserta Menteri Agama (Menag) Surya Dharma Ali menghadiri apel akbar dengan para pelajar dan guru Maarif serta ustadz dan santri pesantren se-Yogyakarta.
Rangkaian pelaksanaan Ujian Nasional (UN) masih berlangsung hingga proses pengumuman kelulusan siswa nanti. Untuk SMA, UN yang dilaksanakan pada 15 April lalu, kelulusannya dijadwalkan akan diumumkan pada 24 Mei mendatang

Selasa, 19 Februari 2013

manfaat madu asli

Madu Asli

Dewasa ini, madu semakin digemari oleh masyarakat Indonesia karena selain rasanya yang manis dan lezat, madu memiliki berbagai macam manfaat bagi kesehatan tubuh kita. Sayangnya, hal ini dimanfaatkan oleh orang-orang dan pihak yang tidak bertanggungjawab dengan menjual atau mengedarkan madu palsu yang sulit dibedakan dengan aslinya.
Saat ini banyak sekali beredar madu palsu. Namun, dengan mengerti sifat dan kandungan madu, dapat dinilai mana madu yang “asli” dan “palsu”, serta kualitas madu apakah baik atau jelek. Lalu bagaimana ciri-ciri madu yang asli, serta bagaimana cara membedakannya dengan madu palsu?
Ada 3 macam madu yang terbilang tidak asli, yaitu :
1.   Pemalsuan JUMLAH, dilakukan dengan menambah volume madu “asli” dengan madu “palsu”, misalkan mencampurkan gula/madu buatan yang relatif lebih murah untuk kemudian diaduk.
2.   Pemalsuan MUTU, biasanya dilakukan dengan mengubah kadar air madu yang tadinya tinggi, lalu diturunkan dengan pemanasan.
3.   Pemalsuan MENYELURUH, yakni madu yang diklaim “asli” padahal sebenarnya 100% buatan, jadi bukan madu yang nerasal dari lebah dengan komposisi aslinya.
Secara kasat mata memang sulit membedakannya, diperlukan pengujian kuantitatif untuk memastikan keaslian madu. Lewat uji kuantitas, madu dapat diperkirakan dipalsukan atau ditambahkan sesuatu apabila; kadar sukrosa madu naik, kadar enzim naik/turun, kadar abu menjadi naik/turun, daya hantar listrik naik, kandungan pollen dalam sedimen turun, kandungan mineral turun, aroma dan rasa berubah, kandungan HMF (Hidroksi metal Furfuraldehid) berubah, kadar protein turun, warnanya terang, madu mengandung PbCl2, PbSO4, anion dan kation.
Kandungan HMF yang merupakan produk pemecahan glukosa dan fruktosa pada madu asli maksimal 3 mg/100 gram. Madu asli juga memiliki keasaman (pH) yang tetap berkisar 3,4-4,5, sedangkan pH madu palsu 2,4-3,3 atau diatas 5. Aktifitas enzim diastase pada madu asli yang berkualitas minimal 5 dengan rasio Kalium(K) dan Natrium(Na) sekitar 4,0. Pada madu palsu rasionya 0,05-0,1. Madu asli memiliki sifat khas memutar optic ke kiri yang bisa diperiksa dengan alat polarimeter.
Secara sederhana, madu asli dan palsu dapat dibedakan dengan melihat ciri khas fisis madu asli sebagai berikut :
Cara pertama, meneteskan madu pada selembar kertas. Madu palsu akan mudah terserap kertas karena kandungan airnya tinggi.
Cara kedua, dengan mengocoknya. Madu asli akan membentuk gas atau uap air jika dikocok.
Cara ketiga, mencampurnya dengan telur ayam/bebek. Madu asli yang diaduk bersama telur akan membentuk gumpalan dan rasa telur berubah menjadi seperti sudah digoreng.
Cara keempat, dituang ke wadah berisi air. Madu asli akan langsung jatuh ke dasar wadah, sedangkan madu palsu cenderung akan menyebar.
Itu adalah cara simpel membedakan madu asli dan palsu. Dan berikut ini ada informasi tambahan tentang ciri-ciri madu asli dan palsu :
Madu yang beredar di Indonesia umumnya dihasilkan dari tiga jenis lebah; apis dorsata (lebah hutan), apis mellifera (lebah unggul) dan apis cerana (lebah lokal) yang ada di atas atap rumah. Dari segi kualitas, madu hutan (madu organik) berwarna hitam pekat lebih baik daripada madu yang di budidaya.
Sayangnya, masyarakat Indonesia sudah terbiasa konsumsi madu budidaya berwarna coklat cerah. Akibatnya, madu hutan dianggap sebagai madu palsu. Banyak orang penasaran untuk membedakan madu asli yang dihasilkan lebah pencari makan di alam bebas dari madu palsu (sirup gula, misalnya).
Disinyalir, peredaran madu palsu di Indonesia sangat tinggi. Uji coba madu asli atau palsu lewat aroma, semut yang mengerubuti, kekentalan jika diteteskan pada debu, belum jadi jaminan keaslian sebuah produk madu.
Di laboratorium, kandungan glukosa pada madu murni agak dominan kelihatan dan kandungan sukrosa lebih menonjol pada madu palsu. Madu asli mengandung mineral seperti natrium, kalsium, magnesium, alumunium, besi, fosfor dan kalium. Vitamin dalam madu berupa thiamin (B1), riboflavin (B2), asam askorbat (C), piridoksin (B6), niasin, asam pantotenat, biotin, asamfolat dan vitamin K.
Madu asli mengandung enzim sedangkan madu palsu tidak. Enzim tidak bisa dibuat manusia, dan hanya bisa dibuat lebah madu. Enzim-enzim terpenting dalam madu; diatase, invertase, glukosa oksidase, peroksidase dan lipase. Diastase merupakan enzim pengubah karbohidrat komplek (polisakarida) jadi karbohidrat sederhana (mono sakarida). Invertase merupakan enzim pemecah molekul sukrosa jadi glukosa dan fluktosa. Oksidase mengemban peran sebagai enzim pembantu oksidasi glukosa jadi asam peroksida. Enzim peroksidase melakukan proses oksidasi metabolisme. Semua zat berguna untuk proses metabolisme tubuh.
Sedangkan madu palsu mengandung campuran glukosa dengan gula pasir, buah, flavour dan zat warna sangat merugikan kesehatan manusia. Ciri-ciri madu asli harus berwarna-warni, hitam pekat (berasal dari bunga akasia), hitam kemerah-merahan, kuning cerah, kekuning-kuningan atau kuning keputih-putihan (lebah budidaya). Bila mendapatkan madu dengan warna dan kekentalan sama perlu diwaspadai karena warna madu asli tidak pernah sama.
Aroma juga bisa dijadikan media untuk menentukan asli atau palsunya sebuah produk madu. Madu asli punya aroma dan bau khas seperti madu dari bunga rambutan, kapuk randu atau kelengkeng. Ini berbeda dengan madu palsu yang sama sekali tidak beraroma.
Pengujian lain, madu asli bila dituangkan di atas piring sebanyak dua senduk lalu disirami air putih dan digoyang ke kanan ke kiri akan membentuk sarang lebah. Jika tidak menyebar bahkan bercampur dengan air, maka terkategori madu palsu.
Konsumen juga dianjurkan untuk mencoba sendiri dengan menjadikan tubuh sebagai lab alam. Caranya, puasa selama 10 jam, lalu periksa gula darah. Katakan A minum madu 2-3 sendok. Sesudah 2 jam, periksa lagi gula darah. Katakan B bila madunya murni dan alami, selisih antara B dengan A kecil.
Penderita diabetes mellitus (DM) yang berpengalaman minum madu bisa merasakan madu murni dan madu palsu. Bila setelah minum madu, badan jadi segar dan bertenaga kembali (sama seperti bukan penderita DM yang baru saja minum teh manis), itu menandakan madu yang baru diminum murni dan alami. Dalam tubuh penderita DM, madu diubah jadi tenaga (tanpa bantuan insulin).
Sayangnya, saat ini banyak madu palsu yang menyerupai madu asli hingga cara-cara tersebut hanya bisa sebagai bahan pertimbangan saja. Tipsnya adalah dengan membeli madu di tempat yang sudah terpercaya. Bila terpaksa membeli di tempat lain, bandingkan apakah harganya tidak terlalu beda jauh dengan madu sejenis dari merk lain. Jika harganya sangat murah, bias jadi madu tersebut adalah madu buatan.
Khasiat madu asli sudah terbukti baik untuk pengobatan, meningkatkan kekuatan tubuh maupun digunakan untuk kecantikan.
Khasiat Madu Asli pada Darah
Memulihkan kembali bekuan darah dan membetulkan pengaliran darah.
Membersihkan lapisan darah dan darah menjadi bersih.
Mengimbangi kandungan lemak dan membuat jantung aktif.
Menghilangkan rasa kebas-kebas dan mengurangkan tekanan darah tinggi.
Khasiat Madu Asli menambah kekuatan tubuh
Cepat memulihkan, menyegarkan dan menambah tenaga tubuh badan.
Menjaga dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit.
Memperkuat kerja jantung
Menambah kekuatan sex dikarenakan madu mempunyai kandungan mineral boron.
Khasiat Madu Asli sebagai Pengobatan
Luka diabetes akan cepat sembuh dengan diolesi madu asli
Minum 2 sendok teh madu asli sebelum tidur akan menghingakan penyakit insomnia
Meminum madu asli yang kaya propolis membantu penyembuhan kanker.
Madu Asli memiliki kemampuan lur biasa untuk mengatasi penyakit Ginjal. Dll
Khasiat Madu Asli untuk Kecantikan.
Madu asli baik untuk menjaga kelembutan dan kelenturan kulit.
Madu asli baik untuk meremajakan dan mencerahkan kulit wajah.
Gunakan 1 sendok teh madu untuk creambath rambut akan membuat rambut segar dan berkilau.
Madu asli juga terbukti untuk menjaga tubuh tetap awet muda.

bahaya merokok

Bahaya Rokok Bagi Kesehatan Dan Cara Berhenti Merokok

31
Diposkan oleh Permathic on Minggu, 03 Juni 2012 , in
Bahaya Rokok Bagi Kesehatan –
Mungkin sudah bukan hal yang biasa lagi jika kita mendengar bahwa rokok sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, karena sebenarnya sudah banyak peringatan dan pesan yang sering kita dengar dari berbagai media mengenai bahaya rokok tersebut bahkan sebenarnya sudah ada peringatan mengenai bahaya rokok tersebut di kemasan rokok itu sendiri. Tapi anehnya tetap saja masih banyak orang yang merokok, entah hanya sekedar pengen di anggap sebagai anak gaul atau mungkin sudah menjadi kebutuhan bagi dirinya. Yang jelas apapun alasannya , kita harus sejak dini mengindari rokok tersebut, sebab efek dari asap rokok tersebut dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan mulai dari yang ringan hingga yang  berat yang bisa membawa kita kepada kematian. Bukan hal yang terlalu berlebihan,. Jika saya mengatakan hal tersebut, namun memang seperti itulah efek negatif dari merokok. Mungkin kita tidak akan merasakan efeknya secara langsung akan tetapi efeknya akan terasa dalam jangka waktu yang lama.


Dan menurut penelitian, ternyata yang akan menerima efek negatif dari rokok tersebut bukan hanya perokok aktif saja, akan tetapi perokok pasif pun akan menerima akibat negatif dari rokok tersebut. Dan justru efek yang diterima oleh perokok pasif akan jauh lebih berbahaya lagi ketimbang perokok aktifnya. Mungkin ada sebagian dari anda yang masih bingung dengan istilah perokok pasif. Jadi perokok pasif merupakan sebuah istilah bagi seseorang yang sebenarnya bukan seorang perokok akan tetapi orang yang berada atau dekat dengan orang2 yang merokok sehingga ia secara tidak langsung sering menghirup asap rokok yang dikeluarkan oleh para perokok aktif. Dan kenapa lebih bahaya di bandingkan perokok aktif, karena asap yang di hirup oleh perokok pasif akan langsung masuk ke paru – paru melalui hidung.  Wah wah wah... rokok memang telah menjadi bencana bagi semua orang.
Sebenarnya mengapa rokok bisa begitu berbahaya bagi kesehatan ? ini di sebabkan dari kandungan yang terdapat di dalam rokok tersebut. Berikut zat yang terkandung di dalam rokok :

1. Nikotin
Zat ini mengandung candu bisa menyebabkan seseorang ketagihan untuk trus menghisap rokok
~ Pengaruh bagi tubuh manusia :
menyebabkan kecanduan / ketergantungan
merusak jaringan otak
menyebabkan darah cepat membeku
mengeraskan dinding arteri

2. Tar
Bahan dasar pembuatan aspal yang dapat menempel pada paru-paru dan bisa menimbulkan iritasi bahkan kanker
~ Pengaruh bagi tubuh manusia :
membunuh sel dalam saluran darah
Meningkatkan produksi lendir diparu-paru
Menyebabkan kanker paru-paru

3. Karbon Monoksida
Gas yang bisa menimbulkan penyakit jantung karena gas ini bisa mengikat oksigen dalam tubuh.
~ Pengaruh bagi tubuh manusia :
mengikat hemoglobin, sehingga tubuh kekurangan oksigen
menghalangi transportasi dalam darah

4. Zat Karsinogen
~ Pengaruh bagi tubuh manusia :
Memicu pertumbuhan sel kanker dalam tubuh

5. Zat Iritan
Mengotori saluran udara dan kantung udara dalam paru-paru
Menyebabkan batuk

Zat-zat asing berbahaya tersebut adalah zat yang terkandung dalam dalam ASAP ROKOK, dan ada 4000 zat kimia yang terdapat dalam sebatang ROKOK, 40 diantaranya tergolong zat yang berbahaya misalnya : hidrogen sianida (HCN) , arsen, amonia, polonium, dan karbon monoksida (CO).

Beberapa Bahaya Yang di Timbulkan oleh Rokok

1. Kanker Paru
Diketahui sekitar 90 persen kasus kanker paru diakibatkan oleh rokok. Hal ini karena asap rokok akan masuk secara inhalasi ke dalam paru-paru. Zat dari asap rokok ini akan merangsang sel di paru-paru menjadi tumbuh abnormal. Diperkirakan 1 dari 10 perokok sedang dan 1 dari 5 perokok berat akan meninggal akibat kanker paru.

2. Kanker Kandung Kemih
Kanker kandung kemih terjadi pada sekitar 40 persen perokok. Studi menemukan kadar tinggi dari senyawa 2-naphthylamine dalam rokok menjadi karsinogen yang mengarah pada kanker kandung kemih.

3. Kanker Payudara
Perempuan yang merokok lebih berisiko mengembangkan kanker payudara. Hasil studi menunjukkan perempuan yang mulai merokok pada usia 20 tahun dan 5 tahun sebelum ia hamil pertama kali berisiko lebih besar terkena kanker payudara.

4. Kanker Serviks
Sekitar 30 persen kematian akibat kanker serviks disebabkan oleh merokok. Hal ini karena perempuan yang merokok lebih rentan terkena infeksi oleh virus menular seksual.

5. Kanker Kerongkongan
Studi menemukan bahwa asap rokok merusak DNA dari sel-sel esofagus sehingga menyebabkan kanker kerongkongan. Sekitar 80 persen kasus kanker esofagus telah dikaitkan dengan merokok.

6. Kanker Pencernaan
Meskipun asap rokok masuk ke dalam paru-paru, tapi ada beberapa asap yang tertelan sehingga meningkatkan risiko kanker gastrointestinal (pencernaan).

7. Kanker Ginjal
Ketika seseorang merokok, maka asap yang mengandung nikotin dan tembakau akan masuk ke dalam tubuh. Nikotin bersama dengan bahan kimia berbahaya lainnya seperti karbonmonoksida dan tar menyebabkan perubahan denyut jantung, pernapasan sirkulasi dan tekanan darah. Karsinogen yang disaring keluar dari tubuh melalui ginjal juga mengubah sel DNA dan merusak sel-sel ginjal. Perubahan ini mempengaruhi fungsi ginjal dan memicu kanker.

8. Kanker Mulut
Tembakau adalah penyebab utama kanker mulut. Diketahui perokok 6 kali lebih besar mengalami kanker mulut dibandingkan dengan orang yang tidak merokok, dan orang yang merokok tembakau tanpa asap berisiko 50 kali lipat lebih besar.

9. Kanker Tenggorokan
Asap rokok yang terhirup sebelum masuk ke paru-paru akan melewati tenggorokan, karenanya kanker ini akan berkaitan dengan rokok.

10. Serangan Jantung
Nikotin dalam asap rokok menyebabkan jantung bekerja lebih cepat dan meningkatkan tekanan darah. Sedangkan karbon monoksida mengambil oksigen dalam darah lebih banyak yang membuat jantung memompa darah lebih banyak. Jika jantung bekerja terlalu keras ditambah tekanan darah tinggi, maka bisa menyebabkan serangan jantung.

11. Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Sebagian besar penyakit jantung koroner disebabkan oleh rokok dan akan memburuk jika memiliki penyakit lain seperti diabetes melitus.

12. Aterosklerosis
Nikotin dalam asap rokok bisa mempercepat penyumbatan arteri yang bisa disebabkan oleh penumpukan lemak. Hal ini akan menimbulkan terjadinya jaringan parut dan penebalan arteri yang menyebabkan arterosklerosis.

13. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Kondisi ini menyebabkan aliran darah terhalangi sehingga membuat seseorang sulit bernapas, dan sekitar 80 persen kasus PPOK disebabkan oleh rokok. Kondisi ini bisa menyebabkan terjadinya emfisema (sesak napas akibat kerusakan pada kantung udara atau alveoli) dan bronkitis kronis (batuk dengan banyak lendir yang terjadi terus menerus selama 3 bulan).

14. Impotensi
Bagi laki-laki berusia 30-an dan 40-an tahun, maka merokok bisa meningkatkan risiko disfungsi ereksi sekitar 50 persen. Hal ini karena merokok bisa merusak pembuluh darah, nikotin mempersempit arteri sehingga mengurangi aliran darah dan tekanan darah ke penis. Jika seseorang sudah mengalami impotensi, maka bisa menjadi peringatan dini bahwa rokok sudah merusak daerah lain di tubuh.

15. Gangguan medis lainnya
Beberapa gangguan medis juga bisa disebabkan oleh rokok seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), gangguan kesuburan, memperburuk asma dan radang saluran napas, berisiko lebih tinggi mengalami degenerasi makula (hilangnya penglihatan secara bertahap), katarak, menjadi lebih sering sakit-sakitan, menimbulkan noda di gigi dam gusi, mengembangkan sariawan di usus serta merusak penampilan.

Cara Berhenti Merokok 

  • Niat yang sungguh-sungguh untuk berhenti merokok.
  • Belajar membenci rokok
  • Bergaulah dengan orang yang tidak merokok
  • Sering-sering pergi ke tempat yang ruangannya ber-AC
  • Pindahkan semua barang-barang yang berhubungan dengan rokok.
  • Jika ingin merokok, tundalah 10 menit lagi.
  • Beritau teman dan orang terdekat kalau kita ingin berhenti merokok.
  • Kurangi merokok sedikit demi sedikit.
  • Hilangkan kebiasaan Bengong atau menunggu.
  • Sering-seringlah pergi ke rumah sakit, agar tau pentingnya kesehatan.
  • Cari pengganti rokok, misalnya permen dan lain - lain
  • Coba dan coba lagi jika masih gagal.