Diposting oleh
rulam | Tanggal: May 22nd, 2013 | Kategori:
Artikel, Makalah Pembelajaran
I Wayan Sukra Warpala
Dalam tahun-tahun belakangan ini telah
terjadi pergeseran paradigma dalam pembelajaran ke arah paradigma
konstruktivisme. Menurut pandangan ini bahwa pengetahuan tidak begitu
saja bisa ditransfer oleh guru ke pikiran siswa,
tetapi pengetahuan tersebut dikonstruksi di dalam pikiran siswa itu
sendiri. Guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa (teacher centered), tetapi yang lebih diharapkan adalah bahwa pembelajaran berpusat pada siswa (student centered).
Dalam kondisi seperti ini, guru atau pengajar lebih banyak berfungsi
sebagai fasilitator pembelajaran. Jadi, siswa atau pebelajar sebaiknya
secara aktif berinteraksi dengan sumber belajar, berupa lingkungan.
Lingkungan yang dimaksud (menurut Arsyad, 2002) adalah guru itu sendiri,
siswa lain, kepala sekolah, petugas perpustakaan, bahan atau materi
ajar (berupa buku, modul, selebaran, majalah, rekaman video, atau audio,
dan yang sejenis), dan berbagai sumber belajar serta fasilitas (OHP,
perekam pita audio dan video, radio, televisi, komputer, perpustakaan,
laboratorium, pusat-pusat sumber belajar, termasuk alam sekitar).
Bertitik tolak dari kenyataan tersebut
di atas, maka proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah suatu
proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan (isi atau materi ajar)
dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan
(siswa/pebelajar atau mungkin juga guru). Penyampaian pesan ini bisa
dilakukan melalui simbul-simbul komunikasi berupa simbul-simbul verbal
dan non-verbal atau visual, yang selanjutya ditafsirkan oleh penerima
pesan (Criticos, 1996). Adakalanya proses penafsiran tersebut berhasil
dan terkadang mengalami kegagalan. Kegagalan ini bisa saja disebabkan
oleh beberapa faktor, misalnya adanya hambatan psikologis (yang menyangkut minat, sikap, kepercayaan, inteligensi, dan pengetahuan), hambatan fisik
berupa kelelahan, keterbatasan daya alat indera, dan kondisi kesehatan
penerima pesan. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah hambatan kultural (berupa perbedaan adat istiadat, norma-norma sosial, kepercayaan dan nilai-nilai panutan), dan hambatan lingkungan yaitu hambatan yang ditimbulkan oleh situasi dan kondisi keadaan sekitar (Sadiman, dkk., 1990).
Untuk mengatasi kemungkinan
hambatan-hambatan yang terjadi selama proses penafsiran dan agar
pembelajaran dapat berlangsung secara efektif, maka sedapat mungkin
dalam penyampaian pesan (isi/materi ajar) dibantu dengan menggunakan
media pembelajaran. Diharapkan dengan pemanfaatan sumber belajar berupa
media pembelajaran, proses komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar
berlangsung lebih efektif (Gagne, 1985) dan efisien.
Perkembangan ilmu dan teknologi
semakin mendorong usaha-usaha ke arah pembaharuan dalam memanfaatkan
hasil-hasil teknologi dalam pelaksanaan pembelajaran. Dalam melaksanakan
tugasnya, guru (pengajar) diharapkan dapat menggunakan alat atau bahan
pendukung proses pembelajaran, dari alat yang sederhana sampai alat yang
canggih (sesuai dengan perkembangan dan tuntutan jaman). Bahkan mungkin
lebih dari itu, guru diharapkan mampu mengembangkan keterampilan
membuat media pembelajarannya sendiri. Oleh karena itu, guru (pengajar)
harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media
pembelajaran, yang meliputi (Hamalik, 1994): (i) media sebagai alat
komunikasi agar lebih mengefektifkan proses belajar mengajar; (ii)
fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan; (iii) hubugan
antara metode mengajar dengan media yang digunakan; (iv) nilai atau
manfaat media dalam pengajaran; (v) pemilihan dan penggunaan media
pembelajaran; (vi) berbagai jenis alat dan teknik media pembelajaran;
dan (vii) usaha inovasi dalam pengadaan media pembelajaran.
Berdasarkan deskripsi di atas, maka
media adalah bagian yang sangat penting dan tidak terpisahkan dari
proses pembelajaran, terutama untuk mencapai tujuan pembelajaran itu
sendiri. Oleh karena itu, lebih jauh perlu dibahas tentang arti, posisi,
fungsi, klasifikasi, dan karakteristik beberapa jenis media, untuk
mendapatkan gambaran dan pemahaman sebelum menggunakan atau mungkin
memproduksi media pembelajaran.
ARTI, POSISI DAN FUNGSI MEDIA PEMBELAJARAN
Pengertian Media Pembelajaran
Media (bentuk jamak dari kata medium), merupakan kata yang berasal dari bahasa latin medius,
yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’
(Arsyad, 2002; Sadiman, dkk., 1990). Oleh karena itu, media dapat
diartikan sebagai perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke
penerima pesan. Media dapat berupa sesuatu bahan (software) dan/atau alat (hardware).
Sedangkan menurut Gerlach & Ely (dalam Arsyad, 2002), bahwa media
jika dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian
yang membangun kondisi, yang menyebabkan siswa mampu memperoleh
pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Jadi menurut pengertian ini,
guru, teman sebaya, buku teks, lingkungan sekolah dan luar sekolah, bagi
seorang siswa merupakan media. Pengertian ini sejalan dengan batasan
yang disampaikan oleh Gagne (1985), yang menyatakan bahwa media
merupakan berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat
merangsang untuk belajar.
Banyak batasan tentang media,
Association of Education and Communication Technology (AECT) memberikan
pengertian tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang
digunakan untuk menyampaikan pesan dan informasi. Dalam hal ini
terkandung pengertian sebagai medium (Gagne, et al., 1988) atau mediator,
yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam
proses belajar -siswa dan isi pelajaran. Sebagai mediator, dapat pula
mencerminkan suatu pengertian bahwa dalam setiap sistem pengajaran,
mulai dari guru sampai kepada peralatan yang paling canggih dapat
disebut sebagai media. Heinich, et.al., (1993) memberikan
istilah medium, yang memiliki pengertian yang sejalan dengan batasan di
atas yaitu sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan
penerima.
Dalam dunia pendidikan, sering kali
istilah alat bantu atau media komunikasi digunakan secara bergantian
atau sebagai pengganti istilah media pendidikan (pembelajaran). Seperti
yang dikemukakan oleh Hamalik (1994) bahwa dengan penggunaan alat bantu
berupa media komunikasi, hubungan komunikasi akan dapat berjalan dengan
lancar dan dengan hasil yang maksimal. Batasan media seperti ini juga
dikemukakan oleh Reiser dan Gagne (dalam Criticos, 1996; Gagne, et al.,
1988), yang secara implisit menyatakan bahwa media adalah segala alat
fisik yang digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran. Dalam
pengertian ini, buku/modul, tape recorder, kaset, video recorder, camera
video, televisi, radio, film, slide, foto, gambar, dan komputer adalah
merupakan media pembelajaran. Menurut National Education Association
-NEA (dalam Sadiman, dkk., 1990), media adalah bentuk-bentuk komunikasi
baik yang tercetak maupun audio visual beserta peralatannya.
Berdasarkan batasan-batasan mengenai
media seperti tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa media
pembelajaran adalah segala sesuatu yang menyangkut software dan hardware
yang dapat digunakan untuk meyampaikan isi materi ajar dari sumber
belajar ke pebelajar (individu atau kelompok), yang dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian dan minat pebelajar sedemikian rupa
sehingga proses belajar (di dalam/di luar kelas) menjadi lebih efektif.
Posisi Media Pembelajaran
Bruner (1966) mengungkapkan ada tiga tingkatan utama modus belajar, seperti: enactive (pengalaman langsung), iconic (pengalaman piktorial atau gambar), dan symbolic
(pengalaman abstrak). Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan serta
perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena adanya interaksi
antara pengalaman baru dengan pengalaman yang telah dialami sebelumnya
melalui proses belajar. Sebagai ilustrasi misalnya, belajar untuk
memahami apa dan bagaimana mencangkok. Dalam tingkatan pengalaman
langsung, untuk memperoleh pemahaman pebelajar secara langsung
mengerjakan atau membuat cangkokan. Pada tingkatan kedua, iconic,
pemahaman tentang mencangkok dipelajari melalui gambar, foto, film atau
rekaman video. Selanjutnya pada tingkatan pengalaman abstrak, siswa
memahaminya lewat membaca atau mendengar dan mencocokkannya dengan
pengalaman melihat orang mencangkok atau dengan pengalamannya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam
proses belajar mengajar sebaiknya diusahakan agar terjadi variasi
aktivitas yang melibatkan semua alat indera pebelajar. Semakin banyak
alat indera yang terlibat untuk menerima dan mengolah informasi (isi
pelajaran), semakin besar kemungkinan isi pelajaran tersebut dapat
dimengerti dan dipertahankan dalam ingatan pebelajar. Jadi agar
pesan-pesan dalam materi yang disajikan dapat diterima dengan mudah
(atau pembelajaran berhasil dengan baik), maka pengajar harus berupaya
menampilkan stimulus yang dapat diproses dengan berbagai indera
pebelajar. Pengertian stimulus dalam hal ini adalah suatu “perantara”
yang menjembatani antara penerima pesan (pebelajar) dan sumber pesan
(pengajar) agar terjadi komunikasi yang efektif.
Media pembelajaran merupakan suatu
perantara seperti apa yang dimaksud pada pernyataan di atas. Dalam
kondisi ini, media yang digunakan memiliki posisi sebagai alat bantu
dalam kegiatan pembelajaran, yaitu alat bantu mengajar bagi guru (teaching aids).
Misalnya alat-alat grafis, photografis, atau elektronik untuk
menangkap, memproses, dan menyususn kembali informasi visual atau
verbal. Sebagai alat bantu dalam mengajar, media diharapkan dapat
memberikan pengalaman kongkret, motivasi belajar, mempertinggi daya
serap dan retensi belajar siswa. Sehingga alat bantu yang banyak dan
sering digunakan adalah alat bantu visual, seperti gambar, model, objek
tertentu, dan alat-alat visual lainnya. Oleh karena dianggap sebagai
alat bantu, guru atau orang yang membuat media tersebut kurang
memperhatikan aspek disainnya, pengembangan pembelajarannya, dan
evaluasinya.
Dengan kemajuan teknologi di
berbagai bidang, misalnya dalam teknologi komunikasi dan informasi pada
saat ini, media pembelajaran memiliki posisi sentral dalam proses
belajar dan bukan semata-mata sebagai alat bantu. Media pembelajaran
memainkan peran yang cukup penting untuk mewujudkan kegiatan belajar
menjadi lebih efektif dan efisien. Dalam posisi seperti ini, penggunaan
media pembelajaran dikaitkan dengan apa-apa saja yang dapat dilakukan
oleh media, yang mungkin tidak mampu dilakukan oleh guru (atau guru
melakukannya kurang efisien). Dengan kehadiran media pembelajaran maka
posisi guru bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar, tetapi
sebagai fasilitator. Bahkan pada saat ini media telah diyakini memiliki
posisi sebagai sumber belajar yang menyangkut keseluruhan lingkungan di
sekitar pebelajar.
Hasil belajar seseorang diperoleh mulai
dari pengalaman langsung (kongkret) berdasarkan kenyataan yang ada di
lingkungan hidupnya, kemudian melalui benda-benda tiruan, dan
selanjutnya sampai kepada lambang-lambang verbal (abstrak). Untuk
kondisi seperti inilah kehadiran media pembelajaran sangat bermanfaat.
Dalam posisinya yang sedemikian rupa, media akan dapat merangsang
keterlibatan beberapa alat indera. Di samping itu, memberikan solusi
untuk memecahkan persoalan berdasarkan tingkat keabstrakan pengalaman
yang dihadapi pebelajar. Kenyataan ini didukung oleh landasan teori
penggunaan media yang dikemukakan oleh Edgar Dale, yaitu teori Kerucut
Pengalaman Dale (Dale’s Cone of Experience) seperti Gambar 1 di
bawah. Teori ini merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga
tingkatan pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner.
Fungsi Media Pembelajaran
Efektivitas proses belajar mengajar
(pembelajaran) sangat dipengaruhi oleh faktor metode dan media
pembelajaran yang digunakan. Keduanya saling berkaitan, di mana
pemilihan metode tertentu akan berpengaruh terhadap jenis media yang
akan digunakan. Dalam arti bahwa harus ada kesesuaian di antara keduanya
untuk mewujudkan tujuan pembelajaran. Walaupun ada hal-hal lain yang
juga perlu diperhatikan dalam pemilihan media, seperti: konteks
pembelajaran, karakteristik pebelajar, dan tugas atau respon yang
diharapkan dari pebelajar (Arsyad, 2002). Sedangkan menurut Criticos
(1996), tujuan pembelajaran, hasil belajar, isi materi ajar, rangkaian
dan strategi pembelajaran adalah kriteria untuk seleksi dan produksi
media. Dengan demikian, penataan pembelajaran (iklim, kondisi, dan
lingkungan belajar) yang dilakukan oleh seorang pengajar dipengaruhi
oleh peran media yang digunakan.
Pemanfaatan media dalam pembelajaran
dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, meningkatkan motivasi dan
rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan berpengaruh secara psikologis
kepada siswa (Hamalik, 1986). Selanjutnya diungkapkan bahwa penggunaan
media pengajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran
dan penyampaian informasi (pesan dan isi pelajaran) pada saat itu.
Kehadiran media dalam pembelajaran juga dikatakan dapat membantu
peningkatan pemahaman siswa, penyajian data/informasi lebih menarik dan
terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi. Jadi
dalam hal ini dikatakan bahwa fungsi media adalah sebagai alat bantu
dalam kegiatan belajar mengajar.
Sadiman, dkk (1990) menyampaikan fungsi
media (media pendidikan) secara umum, adalah sebagai berikut: (i)
memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat visual; (ii)
mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, misal objek yang
terlalu besar untuk dibawa ke kelas dapat diganti dengan gambar, slide,
dsb., peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat
film, video, fota atau film bingkai; (iii) meningkatkan kegairahan
belajar, memungkinkan siswa belajar sendiri berdasarkan minat dan
kemampuannya, dan mengatasi sikap pasif siswa; dan (iv) memberikan
rangsangan yang sama, dapat menyamakan pengalaman dan persepsi siswa
terhadap isi pelajaran.
Fungsi media, khususnya media visual
juga dikemukakan oleh Levie dan Lentz, seperti yang dikutip oleh Arsyad
(2002) bahwa media tersebut memiliki empat fungsi yaitu: fungsi atensi,
fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris. Dalam fungsi
atensi, media visual dapat menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk
berkonsentrasi kepada isi pelajaran. Fungsi afektif dari media visual
dapat diamati dari tingkat “kenikmatan” siswa ketika belajar (membaca)
teks bergambar. Dalam hal ini gambar atau simbul visual dapat menggugah
emosi dan sikap siswa. Berdasarkan temuan-temuan penelitian diungkapkan
bahwa fungsi kognitif media visual melalui gambar atau lambang visual
dapat mempercepat pencapaian tujuan pembelajaran untuk memahami dan
mengingat pesan/informasi yang terkandung dalam gambar atau lambang
visual tersebut. Fungsi kompensatoris media pembelajaran adalah
memberikan konteks kepada siswa yang kemampuannya lemah dalam
mengorganisasikan dan mengingat kembali informasi dalam teks. Dengan
kata lain bahwa media pembelajaran ini berfungsi untuk mengakomodasi
siswa yang lemah dan lambat dalam menerima dan memahami isi pelajaran
yang disajikan dalam bentuk teks (disampaikan secara verbal).
Dengan menggunakan istilah media
pengajaran, Sudjana dan Rivai (1992) mengemukakan beberapa manfaat media
dalam proses belajar siswa, yaitu: (i) dapat menumbuhkan motivasi
belajar siswa karena pengajaran akan lebih menarik perhatian mereka;
(ii) makna bahan pengajaran akan menjadi lebih jelas sehingga dapat
dipahami siswa dan memungkinkan terjadinya penguasaan serta pencapaian
tujuan pengajaran; (iii) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak
semata-mata didasarkan atas komunikasi verbal melalui kata-kata; dan
(iv) siswa lebih banyak melakukan aktivitas selama kegiatan belajar,
tidak hanya mendengarkan tetapi juga mengamati, mendemonstrasikan,
melakukan langsung, dan memerankan.
Berdasarkan atas beberapa fungsi media
pembelajaran yang dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
penggunaan media dalam kegiatan belajar mengajar memiliki pengaruh yang
besar terhadap alat-alat indera. Terhadap pemahaman isi pelajaran,
secara nalar dapat dikemukakan bahwa dengan penggunaan media akan lebih
menjamin terjadinya pemahaman yang lebih baik pada siswa. Pebelajar yang
belajar lewat mendengarkan saja akan berbeda tingkat pemahaman dan lamanya “ingatan” bertahan, dibandingkan dengan pebelajar yang belajar lewat melihat
atau sekaligus mendengarkan dan melihat. Media pembelajaran juga mampu
membangkitkan dan membawa pebelajar ke dalam suasana rasa senang dan
gembira, di mana ada keterlibatan emosianal dan mental. Tentu hal ini
berpengaruh terhadap semangat mereka belajar dan kondisi pembelajaran
yang lebih hidup, yang nantinya bermuara kepada peningkatan pemahaman
pebelajar terhadap materi ajar.
KLASIFIKASI MEDIA PEMBELAJARAN
Media pembelajaran merupakan komponen
instruksional yang meliputi pesan, orang, dan peralatan. Dengan masuknya
berbagai pengaruh ke dalam dunia pendidikan (misalnya teori/konsep baru
dan teknologi), media pendidikan (pembelajaran) terus mengalami
perkembangan dan tampil dalam berbagai jenis dan format, dengan
masing-masing ciri dan kemampuannya sendiri. Dari sinilah kemudian
timbul usaha-usaha untuk melakukan klasifikasi atau pengelompokan media,
yang mengarah kepada pembuatan taksonomi media pendidikan/pembelajaran.
Usaha-usaha ke arah taksonomi media
tersebut telah dilakukan oleh beberapa ahli. Rudy Bretz,
mengklasifikasikan media berdasarkan unsur pokoknya yaitu suara, visual
(berupa gambar, garis, dan simbol), dan gerak. Di samping itu juga,
Bretz membedakan antara media siar (telecommunication) dan media rekam (recording). Dengan demikian, media menurut taksonomi Bretz dikelompokkan menjasi 8 kategori:
1) media audio visual gerak,
2) media audio visual diam,
3) media audio semi gerak,
4) media visual gerak,
5) media visual diam,
6) media semi gerak,
7) media audio, dan
8) media cetak.
Pengelompokan menurut tingkat kerumitan
perangkat media, khususnya media audio-visual, dilakukan oleh C.J
Duncan, dengan menyususn suatu hirarki. Dari hirarki yang digambarkan
oleh Duncan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat
hirarki suatu media, semakin rendah satuan biayanya dan semakin khusus
sifat penggunaannya. Namun demikian, kemudahan dan keluwesan
penggunaannya semakin bertambah. Begitu juga sebaliknya, jika suatu
media berada pada hirarki paling rendah. Schramm (dalam Sadiman, dkk.,
1986) juga melakukan pegelompokan media berdasarkan tingkat kerumitan
dan besarnya biaya. Dalam hal ini, menurut Schramm ada dua kelompok
media yaitu big media (rumit dan mahal) dan little media
(sederhana dan murah). Lebih jauh lagi ahli ini menyebutkan ada media
massal, media kelompok, dan media individu, yang didasarkan atas daya
liput media.
Beberapa ahli yang lain seperti Gagne,
Briggs, Edling, dan Allen, membuat taksonomi media dengan pertimbangan
yang lebih berfokus pada proses dan interaksi dalam belajar, ketimbang
sifat medianya sendiri. Gagne misalnya, mengelompokkan media berdasarkan
tingkatan hirarki belajar yang dikembangkannya. Menurutnya, ada 7 macam
kelompok media seperti: benda untuk didemonstrasikan, komunikasi lisan,
media cetak, gambar diam, gambar gerak, film bersuara, dan mesin
belajar. Briggs mengklasifikasikan media menjadi 13 jenis berdasarkan
kesesuaian rangsangan yang ditimbulkan media dengan karakteristik siswa.
Ketiga belas jenis media tersebut adalah: objek/benda nyata, model,
suara langsung, rekaman audio, media cetak, pembelajaran terprogram,
papan tulis, media transparansi, film bingkai, film (16 mm), film
rangkai, televisi, dan gambar (grafis).
Sejalan dengan perkembangan teknologi,
maka media pembelajaran pun mengalami perkembangan melalui pemanfaatan
teknologi itu sendiri. Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut,
Arsyad (2002) mengklasifikasikan media atas empat kelompok:
1) media hasil teknologi cetak,
2) media hasil teknologi audio-visual,
3) media hasil teknologi berbasis komputer, dan
4) media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer.
Seels dan Glasgow (dalam Arsyad, 2002)
membagi media ke dalam dua kelompok besar, yaitu: media tradisional dan
media teknologi mutakhir. Pilihan media tradisional berupa media visual
diam tak diproyeksikan dan yang diproyeksikan, audio, penyajian
multimedia, visual dinamis yang diproyeksikan, media cetak, permainan,
dan media realia. Sedangkan pilihan media teknologi mutakhir berupa
media berbasis telekomunikasi (misal teleconference) dan media berbasis
mikroprosesor (misal: permainan komputer dan hypermedia).
Dari beberapa pengelompokkan media yang
dikemukakan di atas, tampaknya bahwa hingga saat ini belum terdapat
suatu kesepakatan tentang klasifikasi (sistem taksonomi) media yang
baku. Dengan kata lain, belum ada taksonomi media yang berlaku umum dan
mencakup segala aspeknya, terutama untuk suatu sistem instruksional
(pembelajaran). Atau memang tidak akan pernah ada suatu sistem
klasifikasi atau pengelompokan yang sahih dan berlaku umum. Meskipun
demikian, apapun dan bagaimanapun cara yang ditempuh dalam
mengklasifikasikan media, semuanya itu memberikan informasi tentang
spesifikasi media yang sangat perlu kita ketahui. Pengelompokan media
yang sudah ada pada saat ini dapat memperjelas perbedaan tujuan
penggunaan, fungsi dan kemampuannya, sehingga bisa dijadikan pedoman
dalam memilih media yang sesuai untuk suatu pembelajaran tertentu.
KARAKTERISTIK BEBERAPA JENIS MEDIA PEMBELAJARAN
Setiap media pembelajaran memiliki
karakteristik tertentu, yang dikaitkan atau dilihat dari berbagai segi.
Misalnya, Schramm melihat karakteristik media dari segi ekonomisnya,
lingkup sasaran yang dapat diliput, dan kemudahan kontrolnya oleh
pemakai (Sadiman, dkk., 1990). Karakteristik media juga dapat dilihat
menurut kemampuannya membangkitkan rangsangan seluruh alat indera. Dalam
hal ini, pengetahuan mengenai karakteristik media pembelajaran sangat
penting artinya untuk pengelompokan dan pemilihan media. Kemp, 1975,
(dalam Sadiman, dkk., 1990) juga mengemukakan bahwa karakteristik media
merupakan dasar pemilihan media yang disesuaikan dengan situasi belajar
tertentu.
Gerlach dan Ely mengemukakan tiga
karakteristik media berdasarkan petunjuk penggunaan media pembelajaran
untuk mengantisipasi kondisi pembelajaran di mana guru tidak mampu atau
kurang efektif dapat melakukannya. Ketiga karakteristik atau ciri media
pembelajaran tersebut (Arsyad, 2002) adalah: a) ciri fiksatif, yang menggambarkan kemampuan media untuk merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau obyek; b) ciri manipulatif,
yaitu kamampuan media untuk mentransformasi suatu obyek, kejadian atau
proses dalam mengatasi masalah ruang dan waktu. Sebagai contoh, misalnya
proses larva menjadi kepompong dan kemudian menjadi kupu-kupu dapat
disajikan dengan waktu yang lebih singkat (atau dipercepat dengan teknik
time-lapse recording). Atau sebaliknya, suatu
kejadian/peristiwa dapat diperlambat penayangannya agar diperoleh
urut-urutan yang jelas dari kejadian/peristiwa tersebut; c) ciri distributif,
yang menggambarkan kemampuan media mentransportasikan obyek atau
kejadian melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian itu disajikan
kepada sejumlah besar siswa, di berbagai tempat, dengan stimulus
pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian tersebut.
Berdasarkan uraian sebelumnya, ternyata
bahwa karakteristik media, klasifikasi media, dan pemilihan media
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam penentuan strategi
pembelajaran. Banyak ahli, seperti Bretz, Duncan, Briggs, Gagne, Edling,
Schramm, dan Kemp, telah melakukan pengelompokan atau membuat taksonomi
mengenai media pembelajaran. Dari sekian pengelompokan tersebut, secara
garis besar media pembelajaran dapat diklasifikasikan atas: media
grafis, media audio, media proyeksi diam (hanya menonjolkan visual saja
dan disertai rekaman audio), dan media permainan-simulasi. Arsyad (2002)
mengklasifikasikan media pembelajaran menjadi empat kelompok
berdasarkan teknologi, yaitu: media hasil teknologi cetak, media hasil
teknologi audio-visual, media hasil teknologi berdasarkan komputer, dan
media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer. Masing-masing
kelompok media tersebut memiliki karakteristik yang khas dan berbeda
satu dengan yang lainnya. Karakteristik dari masing-masing kelompok
media tersebut akan dibahas dalam uraian selanjutnya.
Media grafis.
Pada prinsipnya semua jenis media dalam kelompok ini merupakan
penyampaian pesan lewat simbul-simbul visual dan melibatkan rangsangan
indera penglihatan. Karakteristik yang dimiliki adalah: bersifat
kongkret, dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, dapat memperjelas
suatu masalah dalam bidang masalah apa saja dan pada tingkat usia berapa
saja, murah harganya dan mudah mendapatkan serta menggunakannya,
terkadang memiliki ciri abstrak (pada jenis media diagram), merupakan
ringkasan visual suatu proses, terkadang menggunakan simbul-simbul
verbal (pada jenis media grafik), dan mengandung pesan yang bersifat
interpretatif.
Media audio.
Hakekat dari jenis-jenis media dalam kelompok ini adalah berupa pesan
yang disampaikan atau dituangkan kedalam simbul-simbul auditif (verbal
dan/atau non-verbal), yang melibatkan rangsangan indera pendengaran.
Secara umum media audio memiliki karakteristik atau ciri sebagai
berikut: mampu mengatasi keterbatasan ruang dan waktu (mudah dipindahkan
dan jangkauannya luas), pesan/program dapat direkam dan diputar kembali
sesukanya, dapat mengembangkan daya imajinasi dan merangsang
partisipasi aktif pendengarnya, dapat mengatasi masalah kekurangan guru,
sifat komunikasinya hanya satu arah, sangat sesuai untuk pengajaran
musik dan bahasa, dan pesan/informasi atau program terikat dengan jadwal
siaran (pada jenis media radio).
Media proyeksi diam.
Beberapa jenis media yang termasuk kelompok ini memerlukan alat bantu
(misal proyektor) dalam penyajiannya. Ada kalanya media ini hanya
disajikan dengan penampilan visual saja, atau disertai rekaman audio.
Karakteristik umum media ini adalah: pesan yang sama dapat disebarkan ke
seluruh siswa secara serentak, penyajiannya berada dalam kontrol guru,
cara penyimpanannya mudah (praktis), dapat mengatasi keterbatasan ruang,
waktu, dan indera, menyajikan obyek -obyek secara diam (pada media
dengan penampilan visual saja), terkadang dalam penyajiannya memerlukan
ruangan gelap, lebih mahal dari kelompok media grafis, sesuai untuk
mengajarkan keterampilan tertentu, sesuai untuk belajar secara
berkelompok atau individual, praktis dipergunakan untuk semua ukuran
ruangan kelas, mampu menyajikan teori dan praktek secara terpadu,
menggunakan teknik-teknik warna, animasi, gerak lambat untuk menampilkan
obyek/kejadian tertentu (terutama pada jenis media film), dan media
film lebih realistik, dapat diulang-ulang, dihentikan, dsb., sesuai
dengan kebutuhan.
Media permainan dan simulasi.
Ada beberapa istilah lain untuk kelompok media pembelajaran ini,
misalnya simulasi dan permainan peran, atau permainan simulasi. Meskipun
berbeda-beda, semuanya dapat dikelompkkan ke dalam satu istilah yaitu
permainan (Sadiman, 1990). Ciri atau karakteristik dari media ini
adalah: melibatkan pebelajar secara aktif dalam proses belajar, peran
pengajar tidak begitu kelihatan tetapi yang menonjol adalah aktivitas
interaksi antar pebelajar, dapat memberikan umpan balik langsung,
memungkinkan penerapan konsep-konsep atau peran-peran ke dalam situasi
nyata di masyarakat, memiliki sifat luwes karena dapat dipakai untuk
berbagai tujuan pembelajaran dengan mengubah alat dan persoalannya
sedikit saja, mampu meningkatkan kemampuan komunikatif pebelajar, mampu
mengatasi keterbatasan pebelajar yang sulit belajar dengan metode
tradisional, dan dalam penyajiannya mudah dibuat serta diperbanyak.
KESIMPULAN
Ada beberapa batasan atau pengertian
tentang media pembelajaran yang disampaikan oleh para ahli. Dari
batasan-batasan tersebut, dapat dirangkum bahwa media pembelajaran
adalah segala sesuatu yang menyangkut software dan hardware
yang dapat digunakan untuk meyampaikan isi materi ajar dari sumber
belajar ke pebelajar (individu atau kelompok), yang dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian dan minat pebelajar sedemikian rupa
sehingga proses belajar (di dalam/di luar kelas) menjadi lebih efektif.
Dalam awal perkembangannya, media
memiliki posisi sebagai alat bantu dalam kegiatan pembelajaran, yaitu
alat bantu mengajar bagi guru (teaching aids). Sebagai alat
bantu dalam mengajar, media diharapkan dapat memberikan pengalaman
kongkret, motivasi belajar, mempertinggi daya serap dan retensi belajar
siswa. Dengan kemajuan teknologi di berbagai bidang, misalnya dalam
teknologi komunikasi dan informasi pada saat ini, media pembelajaran
memiliki posisi sentral dalam proses belajar dan bukan semata-mata
sebagai alat bantu. Media adalah bagian integral dari proses belajar
mengajar. Dalam posisi seperti ini, penggunaan media pembelajaran
dikaitkan dengan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh media, yang
mungkin tidak mampu dilakukan oleh guru (atau guru melakukannya kurang
efisien). Dengan kata lain, bahwa posisi guru sebagai fasilitator dan
media memiliki posisi sebagai sumber belajar yang menyangkut keseluruhan
lingkungan di sekitar pebelajar.
Berdasarkan atas beberapa fungsi media
pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa
penggunaan media dalam kegiatan belajar mengajar memiliki pengaruh yang
besar terhadap alat-alat indera. Penggunaan media akan lebih menjamin
terjadinya pemahaman dan retensi yang lebih baik terhadap isi pelajaran.
Media pembelajaran juga mampu membangkitkan dan membawa pebelajar ke
dalam suasana rasa senang dan gembira, di mana ada keterlibatan
emosianal dan mental. Tentu hal ini berpengaruh terhadap semangat mereka
belajar dan kondisi pembelajaran yang lebih “hidup”, yang nantinya
bermuara kepada peningkatan pemahaman pebelajar terhadap materi ajar.
Jadi, sasaran akhir penggunaan media adalah untuk memudahkan belajar,
bukan kemudahan mengajar (Degeng, 2001).
Usaha-usaha ke arah pembuatan sistem
taksonomi media pembelajaran telah dilakukan oleh para ahli dengan
dasar pertimbangannya masing-masing. Duncan dan Scrhamm mengelompokkan
media berdasarkan kerumitan dan biayaya. Sedangkan Gagne, Briggs,
Edling, dan Allen, membuat taksonomi media dengan pertimbangan yang
lebih berfokus pada proses dan interaksi dalam belajar, ketimbang sifat
medianya sendiri. Rudy Bretz, mengklasifikasikan media berdasarkan unsur
pokoknya yaitu suara, visual, dan gerak. Klasifikasi berdasarkan
pemanfaatan dan perkembangan teknologi dilakukan oleh Arsyad dan Seels
& Glasgow. Walaupun demikian, belum ada taksonomi media yang baku,
berlaku umum dan mencakup segala aspeknya, terutama untuk suatu sistem
instruksional (pembelajaran). Pengelompokan media yang sudah ada pada
saat ini dapat memperjelas perbedaan tujuan penggunaan, fungsi dan
kemampuannya, sehingga bisa dijadikan pedoman dalam memilih media yang
sesuai untuk suatu pembelajaran tertentu.
Setiap jenis media memiliki
karakteristiknya yang khas, yang dikaitkan atau dilihat dari berbagai
segi (misalnya dari segi ekonomisnya, lingkup sasaran yang dapat
diliput, dan kemudahan kontrolnya oleh pemakai, menurut kemampuannya
membangkitkan rangsangan seluruh alat indera, dan petunjuk penggunaannya
untuk mengatasi kondisi pembelajaran). Secara umum media pembelajaran
memiliki tiga karakteristik atau ciri yaitu: a) ciri fiksatif, yang menggambarkan kemampuan media untuk merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau obyek; b) ciri manipulatif, yaitu kamampuan media untuk mentransformasi suatu obyek, kejadian atau proses dalam mengatasi masalah ruang dan waktu.; c) ciri distributif,
yang menggambarkan kemampuan media mentransportasikan obyek atau
kejadian melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian itu disajikan
kepada sejumlah besar siswa, di berbagai tempat, dengan stimulus
pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian tersebut.